Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Membaca Waktu

31 Mei 2021   21:16 Diperbarui: 31 Mei 2021   21:27 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi waktu berakhir. Foto oleh Jukai5/ Depositphotos 

Sampai Juga akhirnya detik dan detak harus diberi tanda henti, setengah sepuluh pagi tadi. Kabar tiba tanpa tanda-tanda, seperti singgahnya burung gagak di beranda 

Angin 31 Mei masih bertiup seperti kemarin. Sinar matahari jatuh sedikit lindap. Juga gerhana bulan pada malam-malam luka yang tak diharap 

Kabar kepergian seperti mendengar cerita dari negeri asing. Tiba-tiba. Tak disangka. Atau barangkali selama ini kita menganggap tak begitu penting. Padahal kita sama-sama dalam satu panggung. Peran yang kita mainkan hanya menunggu giliran 

Kita sudah diingatkan, satu per satu gigi yang tanggal. Mata yang tak cepat lagi menangkap bayang. Kulit tubuh yang lelah, sepanjang hidup membungkus daging dan tulang, kini menggelantung kendur dan lemah

Tangan dan kaki kini lebih sering gemetar. Nama-nama dan segala peristiwa hanya sekelebat dalam ingatan 

Waktu akan sampai juga pada diri. Terhenti pasti. Kini atau nanti 

***

Lebakwana, 31 Mei 2021 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun