Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi: Kontemplasi

3 Juni 2020   06:01 Diperbarui: 3 Juni 2020   06:22 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Gambar oleh Fietzfotos/ Pixabay.com 

Aku menulis puisi saat dini hari. Embun malam membuat ingatanku basah, tentang kisah cinta lima belas bulan. Sebagian menggenang, separuhnya lagi hanyut ditelan kesibukan 

Mungkin kau menyebut ini cerita patah hati, tapi aku menyebutnya tentang harapan yang enggan pulang 

Kemudian aku menulis sunyi, bukan untuk diriku juga tidak ditujukan untuk sesiapa. Aku menulis saja. Walau malam ini kota kehilangan bunyi jangkrik. Sawah-sawah, ladang-ladang, telah ditanam cerobong pabrik 

Di warung kaki lima orang-orang bertengkar cara menyelenggarakan sebuah kota, tapi saling diam saat akan membayar lima gelas kopi dan sebungkus rokok

Aku masih menulis. Ada sembilan puisi, tapi tak ada yang selesai 

Kopi sudah dingin. Kurenungkan lagi sejauh mana mimpi beranjak, sebanyak apa pula segala ingin bergerak. Puisi, cerita hidup, selalu terus berjalan, kadang terbentur karang, sesekali terhempas badai 

dan tak pernah usai 

***

Cilegon, Juni 2020 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun