Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menghitung Mundur

26 September 2025   08:51 Diperbarui: 26 September 2025   08:51 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok pri.Ikhwanul Halim

Garibaldi-lah yang memperkenalkan Danielle padaku. Tiga tahun lalu, di pesta lain.

Kami berhutang padanya untuk itu. ini adalah tahun ketiga kebahagiaan kami berdua. Atau, kalau kamu mau tahu yang sesungguhnya, ini sesuatu yang mendekati kebahagiaan.

Garibaldi bilang itu bukan idenya. Kelelawar menyuruhnya melakukannya. Aku tidak peduli.

Kami berutang pada Garibaldi, atau kami berutang pada kelelawar sialan itu. Keduanya pergi ke mana-mana dengan kulit yang sama.

Aku tidak ingin menembaknya, dan aku juga tidak ingin Danielle melakukannya. Karena kami berutang pada Garibaldi, aku ingin dia hidup. Kamu tidak membalas kebaikan seorang teman dengan menembaknya.

Kalau kami memang berutang pada kelelawar itu, aku ingin kelelawar itu masuk ke dalam tengkorak Garibaldi. Aku yakin sekali tidak ingin kelelawar-kelelawar itu ada di sini.

Menjadi teman Garibaldi tidaklah mudah. Aku tahu. Aku sudah melakukannya selama enam tahun, dan selalu ada masalah yang terjadi. Dia biasa melakukan trik lempar pisau. Pertama, dia ingin melemparkannya padamu. Sudah kubilang dia bisa melakukannya dengan bersih, punya tangan yang sangat mantap. Tidak ada seorang pun yang cukup bodoh untuk mengatakan ya, sampai teman kami Dolores berkata ya, berdiri di dinding dan berpose.

"Ayo," katanya. "Selesaikan saja. Uangnya ada sesuai dengan janjimu, kan?"

Dan Garibaldi, dia tak pernah ragu. Melemparkan tiga pisau yang menancap di plester dinding, semuanya rapat dan dekat di lengan Dolores. Kami mulai sedikit mempercayai omong kosongnya. Maksudku, dia mabuk, tapi dia berhasil melakukannya.

Kemudian dia menusukkan pisau keempat ke daging paha Dolores, berjalan terhuyung-huyung ke jendela dan muntah ke taman.

Dolores terjatuh sambil berteriak. Dia tidak sendirian, karena banyak yang ikut adu jerit. Sekali lagi, kami memanggil ambulans.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun