Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percakapan Antar Seniman

24 September 2025   14:18 Diperbarui: 24 September 2025   14:18 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Satu jam kemudian, seorang wanita muda berusia dua puluhan, berpakaian rapi dengan rambut cokelatnya dijepit di pangkal lehernya, mendekatinya. Dia memperkenalkan dirinya sebagai seniman dan menyatakan dengan tegas bahwa si pria harus membeli lukisan itu jika dia ingin melihatnya sepanjang malam. Tapi, si pria baru berada di kota itu selama beberapa bulan. Kantongnya hanya berisi tiga lembar sepuluh ribu. Dia mengatakan pada si wanita bahwa dia juga seorang seniman. Seorang penulis.

Si wanita tampak bersemangat ketika dia menyebutkan bahwa dia telah menerbitkan beberapa novel di kota asalnya. Kemudian, dia sedikit terkejut ketika dia menyatakan bahwa dia belum menulis sepatah kata pun sejak setelah gempa dan tsunami.

Si wanita berdehem.

Malam itu, si pria akhirnya menghabiskan tiga puluh ribu rupiah terakhirnya untuk membeli nasi rames dan teh manis di warung nasi tegal sebelah. Dia mengetahui bahwa si wanita membenci kota sama seperti dia.

Si wanita dilahirkan di sebuah desa petani kecil tetapi datang ke kota bersama orang tuanya pada tahun 2002. Saudara-saudaranya yang lain memilih untuk tetap tinggal di desa. Ada juga yang bergerilya masuk hutan.

Dia memikirkan hal itu sejenak dan kemudian bertanya apakah si wanita sudah mendengar kabar dari mereka. Perang saudara telah berakhir, katanya pada si wanita.

Si wanita menggelengkan kepalanya.

Di penghujung malam itu, si pria menyadari bahwa dia memang bisa mencintai si wanita jika waktunya cukup. Dia memikirkan wajah-wajah yang berkerut karena menua.

Dua tahun kemudian, mereka menikah dan menyewa sebuah rumah kecil yang sederhana di luar kota dengan bantuan orang tua si wanita. Meski tidak besar, tetapi memiliki pekarangan.

Awalnya si pria berharap bisa menulis di sana. Tidak ada hasilnya, dan dia malah menghabiskan waktunya merawat taman kecil yang dipenuhi tanaman herbal dan bunga aromatik. Inspirasinya telah mengering.Sudah enam tahun sejak malam di galeri itu. Mereka tidak pernah membicarakan saudara-saudara si wanita lagi.

Si pria menatapnya dan mempertanyakan apakah dia benar-benar pernah mencintainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun