Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Indila dan Kembaran-Kembarannya

10 September 2025   06:06 Diperbarui: 9 September 2025   22:52 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Dia menyimpan salinannya di sana, masing-masing di mendapat kamar pribadi, dengan jendela tertutup dari sebuah rumah besar yang jelek dengan gerendel di setiap pintu.

Mereka harus dipisahkan, kata Indila kepadaku, meskipun dia tidak menjelaskan alasannya.

Tak seorang pun yang diizinkan memasuki ruangan-ruangan itu, kecuali Indila, tentunya.

Baru setelah aku memohon dan memohon padanya, dia memasang cermin dua arah di setiap dinding–sebuah jendela untuk mengmati–sehingga aku dapat mengetahui apa yang sangat dia takuti.

Sampai hari ini, aku menyesal meminta cermin itu.

Bukan karena aku berharap aku tidak pernah melihat salinannya–bahkan sekarang pun, salinannya masih membuatkuterpesona–tetapi karena sifat dari cermin dua arah dan bahaya yang ditimbulkannya.

Hal ini memungkinkanku untuk menerima begitu saja fakta bahwa aku sedang mengamati sesuatu yang tidak dapat balas melihat.

Indila tidak pernah memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi.

Yang kuketahui adalah, pada mulanya, dia berjumlah tujuh orang, dan suatu hari aku berkendara ke rumahnya di Lembang dan menemukan bahwa kamar tamunya terkunci, lemari pakaiannya sudah dibersihkan dan disegel dengan hati-hati, dan salah satu kamar mandinya rusak ditutup tembok—tiga salinan baru, muncul dari suatu tempat atau sesuatu yang tidak ingin kuketahui.

Indila memberitahuku bahwa keadaan sudah terkendali, dan tidak ada bahaya lagi, meskipun aku sering memergokinya tertidur di depan pintu yang baru dikunci, pistol peninggalan mendiang bapaknya seorang pensiunan polisi terkulai di dadanya. Napasnya dalam dan aneh.

Kapan pun itu terjadi, aku selalu menemukan salinannya sedang mengamati - bukan, bukan mengamati, persisnya, karena mereka tidak dapat melihatnya. Tapi … seperti sedang mengamati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun