Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seribu Gigitan, atau Satu

4 September 2025   12:12 Diperbarui: 4 September 2025   09:38 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Hidangan pesta sudah menanti di atas meja kayu mahoni yang sudah doyong, namun pikiran Lituhayu tertuju pada malapetaka yang akan segera terjadi. Mulutnya berair karena uap yang mengepul dari bangkai amalkon, aroma rambut vodyanan yang baru dipanggang. Permata dari akar khoniarlis segar memberi tanda, krim yang meleleh dengan cepat tergoda, favorit masa kecilnya---agar-agar kapulaga bumbu gernik memberi isyarat.

"Hanya satu gigitan," kata potongan itu.

Sekelompok penjaga mengelilingi meja, mendorongnya maju ke kursi.

"Makanlah," kata Sang Pengadil yang mengenakan pakaian algojo berwarna merah anggur. Dia membuka kerudungnya ke belakang, membiarkan beludru mengalir di lehernya seperti saus cokelat.

Perut Lituhayu keroncongan.

"Atau?"

Sang Pengadil menggerakkan tangannya, memberi isyarat. "Kelaparan," katanya. "Aku sudah membuat keputusan. Hidangan pesta ini untukmu, semuanya seribu gigitan."

"Atau satu," kata Lituhayu sambil mengambil tempat duduknya. Dia merosot ke dalam bantal, berat badannya menekannya ke cita bulu andameda yang lembut, tenunan tangan dan lebih ringan dari kain sutra kannidin, sebuah harga yang sangat mahal untuk satu bantal.

Sang Pengadil memiringkan kepalanya ke satu sisi. Cahaya lilin menyinari wajahnya, menyinari garis tawa yang dalam, namun dia tidak tersenyum. Bukan untuk Lituhayu, yang divonis mati.

Pertanyaannya kemudian adalah, karena Lituhayu tidak memiliki kesabaran menghadapi perut yang keroncongan karena lapar: dari mana dia harus memulai?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun