Mereka semua berempat, belum termasuk dua adik laki-laki yang ikut serta kapan pun diizinkan. Liburan semester lalu mereka menyebut diri mereka Empat Sekawan Pemburu Misteri, karena Neneng suka membaca tiga puluh buku seri tentang anak-anak yang memecahkan misteri kejahatan. Tapi tidak ada kejahatan di Tasik Hening.
Yang ada hanya Jl. Kilang Kayu, yang berkelok-kelok melewati pepohonan dan menemui jalan buntu di area parkir yang sepi dan satu bangunan yang hancur karena terlantar.Â
Penggergajian kayu yang memberi nama jalan itu telah lama hilang, terbakar sebelum para Empat Sekawan Pemburu Misteri lahir. Gudang yang didirikan sebagai gantinya juga telah terbakar baru-baru ini, meskipun hanya Gamal dan Helida yang pernah tinggal di Tasik Hening pada saat itu.
"Mari kita selidiki gudang di jalan Kilang Kayu," kata Neneng sambil membungkuk di atas setang sepedanya.
"Katanya ada hantunya," kata Helida. "Sepupuku bilang bangunan apa pun di Kilang Kayu akan terbakar. Katanya, pemilik kilang itu gila...."
Dia menceritakan kisah yang berliku-liku tentang pemilik kilang papan, dan yang lain mendengarkan dengan level ragu-ragu yang berbeda-beda.
Ketika Helida selesai bercerita, Neneng berkata, "Itu bodoh. Ayo, kita lihat apakah kita bisa menemukan petunjuknya."
"Kita mungkin menemukan beberapa kabel dan benda-benda aneh seperti kaleng bensin," kata Nurdin.
Mereka naik sepeda melintasi kota menuju Jl. Kilan Kayu. Cuaca di bawah naungan pepohonan lebih sejuk, dan sungai kecil yang mengalir di sepanjang jalan membuatnya semakin sejuk.
"Kita harus membunuh jentik-jentik nyamuk nanti," kata Gamal sambil menatap air tergenang.