"Aku tidak membawa walkie talkie," kata Nurdin.
Dia dan yang lainnya yakin bahwa dengan merendam ujung antena ke air dan menyalakan radio dapat membunuh jentik nyamuk.
Mereka meluncur di tikungan terakhir dan berhenti di jalan.
"Apa ini?" Neneng menuntut, terdengar kesal. "Mereka menghancurkan petunjuk penting."
Sebuah buldoser yang diparkir di dekatnya menarik perhatian anak-anak itu. Neneng dan Helida berkendara melintasi lapangan parkir untuk melihat tumpukan serpihan kayu yang menghitam, sisa dari gudang tua tersebut. "Sepertinya mereka akan membangun sesuatu yang baru," kata Neneng.
"Pasti nanti akan terbakar." Helida menyeimbangkan sepedanya dengan hati-hati dan mengangkat kedua kakinya dari tanah, namun harus segera menurunkannya lagi.
"Jalan Kilang Kayu berhantu, makanya sebua bangunan akan terbakar, apa pun yang dibangun di sini."
"Bagaimana jika mereka membangun rumah bata?"
"Kalau begitu, mungkin akan meledak."
Memasuki bulan Juli, cuaca musim kemarau semakin menggila panasnya. Di sela-sela perjalanan ke danau, piknik di hari Minggu, pesta ulang tahun adik laki-laki Nurdin, sore hari dihabiskan dengan makan es puter dan bermain Ular Tangga di rumah Helida, dan perjalanan ke pusat daur ulang sampah ke pusat kota, empat Sekawan Pemburu Misteri mengunjungi Jl. Kilang Kayu. Semua jejak bekas lama gudang sudah hilang. Dari hari ke hari, minggu ke minggu, sebuah bangunan baru mulai terbentuk. Bangunan itu berbingkai kayu.
Pada awal Agustus seseorang memasang tanda di mulut Jl. Kilang Kayu. "Toko Tanaman Pot Bunga Dede, Grand Opening 17 Agustus."