Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tak Kasat Mata

25 November 2022   09:00 Diperbarui: 25 November 2022   09:02 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senin pagi yang biasa. karyawan kantor berjalan ogah-ogahan dari akhir pekan yang membuat mereka mengasihani diri sendiri.

Suryo tertatih-tatih ke tempat duduknya, menyalakan komputernya yang mengerang karena dipaksa menyala lima kali dua puluh empat jam selama tiga tahun.

"Akhir minggu yang menyenangkan?" Gugun, teknisi IT, masuk ke dalam ruangan dan mengarahkan pertanyaannya yang sudah bisa ditebak kepada para penghuninya. Tidak ada yang merespon.

"Ceret sudah mendidih. Apakah ada ingin membuat kopi?"

Anak magang melihat sekilas ke arahnya sebelum kembali ke pekerjaannya.


Inilah kehidupan Gunawan Kosim: membosankan dan menyedihkan. Sifat optimis dalam dirinya membuatnya percaya suatu saat nanti, salah satu dari banyak orang yang dia bantu memperbaiki masalah terkait teknologi informatika akan mengakui kerja keras dan komitmennya, dedikasinya, kekuatan dan penguasaannya dalam memecahkan sebagian besar masalah dengan 'coba di-restart.'

Berjalan ke mejanya, mendadak Gugun membeku. Selama akhir pekan, foto-foto keponakannya menghilang. Laptopnya hilang. Koleksi harddrive-nya yang tidak berguna dan terus bertambah tidak ada.

Apakah dia dipecat tanpa pemberitahuan?

"Permisi, Pak Himawal. Saya..." Kalimatnya menggantung, penuh harap tetapi belum selesai saat Gugun masuk ke kantor manajernya.

"Ah, Dik Iwan, terima kasih. Silakan masuk. Kami sangat senang Anda bisa memulai secepat itu. Teknisi IT kami, Gugun, menghilang begitu saja. Suatu hari dia pulang ke rumah dan tidak kembali."

Iwan terbatuk tidak nyaman, mengisi kursi di depan meja Himawal.

Telinga Gugun berdenging. 'Menghilang begitu saja'? 'Tidak kembali'?

Dia sedang berdiri di sana!

"Ehm, Pak Himawal. Maaf. Sepertinya ada kesalahpahaman yang parah."

Kata-katanya mengalir darinya dengan cepat jatuh di telinga yang tuli saat Himawal dan Iwan berbicara, sepertinya dia bahkan tidak ada.

Tidak ada? Gagasan itu tidak masuk akal.

Tapi rasanya memang begitu. Selama berminggu-minggu. Dia merasa hampir yakin tapi tidak terlalu yakin.

Gugun berlari ke toilet, mengingat bagaimana dia berulang kali diabaikan. Diinjak-injak. Didorong. Diabaikan.

Mencengkeram pinggiran wastafel, dia melihat ke cermin.

Tapi dia tidak ada di sana. Yang menatap ke arahnya adalah udara kosong.

Gugun menggosok-gosok matanya kujat-kuat, menggosoknya berulang kali berharap membuat matanya berfungsi dengan baik. Namun tetap saja. Ketika dia membuka matanya, dia masih tidak melihat apa-apa.

Pintu toilet terbuka. Suara rekan-rekannya masuk ke dalam ruangan. Dia berlari ke bilik dan mengunci pintu diam-diam.

"Jadi, menurutmu apa yang terjadi padanya? Tidak mungkin dia menghilang begitu saja."

"Kurasa begitu, tapi dia tidak pernah benar-benar ada di sini. Maksudku, dia ada di sini, tapi tidak di sini. Kau tahu maksudku. Dia seperti hantu. Komputer rusak. Komputer diperbaiki. Tapi kita tidak pernah melihat siapa yang melakukannya."

Pintu bilik toilet terbuka.

Buru-buru berbalik, kedua pria itu melihat siapa-siapa.

Tidak ada seorang pun di sana.

Bandung, 25 November 2022

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun