Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penyihir Kota Kembang: X. Mimpi-mimpi (Part 2)

3 November 2022   17:00 Diperbarui: 3 November 2022   17:00 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia berlutut ketika dia melihatnya dan berlari ke arahnya, dengan seluruh kekuatannya, seluruh kekuatan yang tidak dapat dia gunakan untuk menyelamatkannya malam itu, dan dia mencoba untuk memegangi adik laki-lakinya di tangannya untuk terakhir kalinya, tetapi dia jatuh ke pasir hitam, tubuhnya menjadi pasir.

Air mata di pipinya terasa panas. Pasir hitam mulai menyatu, butir demi butir, sampai membentuk ular yang begitu besar hingga menutupi matahari.

Tapi masih belum selesai.

Pasir-pasir bergerak membentuk tentara dengan senjata yang cukup tajam untuk membelah bulan menjadi dua. Ular itu meraung ke langit. Dunia berguncang, dan tentara pasir berteriak menandinginya.

Semua berdiri melawan Ametia yang masih menangis berlutut di atas pasir yang dulunya adalah adiknya.

Ametia mendongak, membuang ingus dari hidungnya, lalu membungkuk dan mencium pasir di tangannya. "Selamat tinggal," bisiknya.

Dia memandang ular pasir raksasa dan pasukan tentara pasir.

"Ini mimpi, bukan?" Dia berkata, berjalan perlahan ke arah mereka. "Mimpi yang sebenarnya mimpi?"

Tinjunya mengepal begitu kuat hingga kukunya menusuk ke telapak tangannya sehingga mengucurkan darah. Persis seperti yang diinginkannya. "Baik."

Citraloka melihat seorang gadis, tersesat, lapar, bertahun-tahun yang lalu, tetapi dia dia melihat keturunan dari nenek moyang penyihir yang sangat sakti.

Darahnya jatuh di pasir, dan apapun yang disentuhnya mengeluarkan suara mendesis. Petir menyambar di sekelilingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun