Aku harus menafkahi diriku sendiri dan anak-anak, pikirnya, atau kami akan mati kelaparan.
Rano telah selesai mengambil air dan membereskan tempat tinggal mereka. Dia duduk di bangku panjang yang diletakkan di dinding lorong saat dia berkonsentrasi pada ponsel barunya. Dia tersenyum sambil melihat-lihat benda di tangannya, sebuah Blackberry Curve 8520.
Rano mendengar suara langkah kaki menggaruk lantai saat berjalan mendekat, mengira itu pasti salah satu tetangga. Tapi entah siapa.
"Sedang ngobrol dengan pacar?" sebuah suara bertanya.
Rano mengangkat kepalanya. Ternyata Bini dan seorang gadis remaja.
Gadis itu menunduk, mungkin dia pemalu. Rano ingin mengangguk, tapi dia tak biasa berbohong.
"Pacarku? Tidak mungkin," kata Rano.
Bini tersenyum. "Saya tanya begitu karena kamu senyum-senyum sendiri. Orang tersenyum sambil melihat handphone kalau bukan karena pacar, baru saja menang lotre. Tapi memang senyummu menakutkan cewek-cewek," ucapnya dan mendekat sementara gadis itu masih berdiri seperti manekin di pasar Jatinegara.
Bini menyodorkan tangannya dan memegang ponsel Rano. Rano melonggarkan cengkeramannya dan Bini tersenyum.
Memperhatikan ponsel itu dengan teliti, wajah Bini menjadi sedikit cerah dan dia menanyakan model ponselnya. Rano menjawab dan dia tersenyum lagi, lalu mengembalikannya ke Rano dan berjalan pergi. Gadis itu mengikutinya, tapi dia berhenti, berbalik kembali ke Rano.
"Kamu sudah kenalan dengannya?" Dia berkata sambil menunjuk gadis itu.