Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Begal Rimba Tulang Bawang (Bab 18)

14 September 2022   07:58 Diperbarui: 14 September 2022   08:03 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Batara Surya belum menampakkan diri di ufuk timur. Segaris tipis cahaya merah mengintip dari balik Bukit Barisan saat rombongan Keti melaju secepat mungkin menuju desa Tudung Tenuk secepat mungkin mengalahkan angin yang teringgal di belakang punggung mereka.

Telah cukup persediaan yang mereka bawa, cukup untuk menopang mereka selama sebulan di samping perbekalan yang mereka peroleh dari Rakyan Gardapati. Sepenuhnya siap untuk hidup di jalan, kini mereka melakukan perjalanan ke Tudung Tenuk, desa yang hanya setengah hari perjalanan dengan kuda jauhnya. Mereka terus membalap dan tak lama kemudian sejuknya dinihari digantikan hangat sinar mentari di langit tak berawan.

Suketi melirik Janar yang sedang berkuda di depannya memimpin jalan mereka. Berkali-kali dia mencuri pandang melirik pria itu. Dan ternyata bukan hanya dia saja yang melakukan itu. Dalam beberapa kesempatan, dia memergoki Janar menatapnya ketika dia mengira keti tidak melihatnya.

Perasaan asing apa yang ada di hatiku ini? Apa yang terjadi pada diriku? tanyanya dalam hati.

Sebuah pikiran terlintas di benaknya, tetapi dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat, mencoba menyingkirkan ide gila yang muncul mendadak. Tidak mungkin dia jatuh cinta pada pria itu!

Dari hasil pengamatan terhadap kedua mendiang orang tuanya, kasih sayang hadir ketika seorang pria melakukan sesuatu yang baik untukmu, memperlakukan kamu dengan cinta, perhatian, dan rasa hormat. Seorang pria yang ada untukmu saat kamu membutuhkannya, seseorang yang bahunya bisa menjadi tempatmu bersandar dan yang menolongmu saat kamu jatuh. Bertemu melakukan pembicaraan asmara di bawah sinar bulan yang romantis dan mungkin juga memberikan beberapa tangkai kembang.

Jadi tidak mungkin dia jatuh cinta pada lelaki itu karena tidak ada yang dilakukan Janar padanya. Selain itu, bagaimana mungkin dia mampu mempunyai perasaan saat menjalankan tugas yang mengerikan yang memecah belah kerajaan dan menumpahkan darah.

Namun, tidak bisa tidak, dari cara Janar yang bertingkah aneh saat dekat dengannya, memperlakukannya lebih baik daripada ketika mereka pertama kali bertemu, bagaimana dia sekarang menatapnya dengan senyum lembut di matanya dan ekspresi melamun di wajahnya dan bagaimana dia telah membelanya ketika yang lain marah padanya, Keti tak bisa sepenuhnya menghapuskan kemungkinan lelaki itu memang mempunyai perasaan tertentu padanya.

 Bukankah beberapa hal yang dia lakukan sama seperti yang dilakukan oleh pria yang sedang kasmaran karena menyukai seorang wanita? Sambil terus memacu kudanya, Keti tenggelam dalam lamunannya, merenungkan situasi yang yang tidak bisa dia selesaikan dengan pedang dan anak panah.

"Mungkin aku salah, terlalu ambil pusing memikirkan hal ini. Mungkin ini hanya bagaimana seorang teman bertindak terhadap satu sama lain. Teman-teman...." Keti melihat sekeliling, melirik para begundal yang berkuda bersamanya. Dia belum bisa benar-benar menyebut mereka temannya, sebutan yang masih asing bagi lidah dan benaknya. Tetap saja, sekarang dia lebih peduli pada mereka daripada yang bisa dia akui.

"Tudung Tenuk di depan kita," Janar mengumumkan sambil memberikan isyarat tanda untuk berhenti. Mereka berhenti dan bersembunyi di pinggir hutan balik bukit tidak jauh dari desa.

"Kita tidak tahu apakah pasukan kerajaan telah tiba atau belum. Kita harus hati-hati," kata Palupi.

Janar setuju. "Ya itu benar, aku akan pergi ke desa untuk menyelidikinya. Aku akan kembali dalam satu atau dua waktu perebusan ubi. Jika aku tidak kembali sebelum matahari terbenam, berarti aku sudah tewas di tangan prajurit kerajaan," ujar Janar dengan tenang.

"Berhentilah berbicara tentang kematian, kau akan aku temani. Kalau bersamaku, kau akan aman. Saat Batara Yama melihatku datang, dia akan terbirit=birit pulang ke Gokarna," kata Ganbatar dengan jumawa.

"Lihatlah dirimu, Raksasa! Kalau kamu ikut menyelidiki, bukan hanya Barata Yama yang datang, tapi sekaligus Batara Kala, Batari Durga, dan Batari Kali," kata Ubai.

Ganbatar memutar bola matanya. "Kita tidak bisa membiarkan Janar yang kurus kurang makan ini pergi seorang diri begitu saja, itu terlalu berisiko. Bahkan jika mereka curiga dan mengejarku, aku akan mencabut jiwa dari tubuh mereka dengan tangan kosong."

Begundal lainnya hanya menghela nafas panjang, dan Ganbatar memandang ke sekeliling menunggu bantahan.

"Jadi sudah beres, aku akan---"

"Aku lebih suka Keti ikut denganku," potong Janar.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun