Hujan terkutuk tidak pernah turun selama bertahun-tahun.
***
Ketika saya mendengar tentang api di Nirwana bertahun-tahun kemudian, saya pikir itu lucu bahwa sebuah kota dinamai Surga. Setelah saya membacanya di berita, saya menelepon adik perempuan saya, yang tinggal bersama orang tua saya di Bukit Barisan.
Bagaimana keadaannya?
Buruk, katanya. Di sini berasap. Dan dingin.
Dingin? Saya mencoba membayangkan kebakaran hutan di puncak musim hujan.
Cukup dingin untuk teh melati, jawabnya.
Saya memikirkan kembali irama musim.
Saya teringat kenikmatan yang mengiringi pergantian cuaca sepanjang tahun. Suara saya tersedak karena sebuah bisikan: kuharap aku bisa pulang.
Tidak akan sama lagi.
Saya membayangkan adik saya mengerutkan kening. Sayangnya hujan saja tak cukup.