Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 31: Eidetik

14 November 2021   09:04 Diperbarui: 14 November 2021   09:13 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Annette Sousa, unsplash.com

Meskipun mereka sudah saling kenal selama hampir satu tahun, ini merupakan Kencan Pertama resmi mereka.

Meski sudah memasuki musim hujan, sisa-sisa matahari kemarau masih menyala surang, menghitung detik sebelum menghilang di balik gunung Masigit.

Mereka sudah makan malam dan minum kopi, berjalan melintas pasar ke tempat mobil diparkir, mengolah imajinasi sambil melangkah santai.

Ghea melihat ke jendela salah satu jendela apartemen, setengah tertutup oleh tirai renda dan diisi oleh patung-patung perempuan telanjang.

"Bagaimana kamu menempatkan itu dalam sebuah cerita?" tanya Ghea.

Mahiwal menatap jendela sejenak, merenung, lalu kembali menatap dia.

"Seorang pria melintas, melihat salah satu patung itu. Pria itu agak aneh, tetapi dia memiliki ingatan eidetik, yang artinya dia-"

"Aku tahu apa itu memori eidetik, terima kasih," kata Ghea sambil tersenyum.

"Sorry. Ngomong-ngomong, dia ingat pernah membaca tentang patung itu," katanya sambil menunjuk patung nomor tiga dari kiri. "Dia ingat bahwa patung itu sangat langka dan harganya .... Jadi, dia mulai memikirkan cara untuk mendapatkannya. Menipu janda kaya penghuni apartemen itu? Merampoknya? Berkencan dengannya dan kemudian mencurinya?"

"Bukankah itu kriminal?"

"Mungkin," katanya, "Mungkin genre yang harus dipertimbangkan. Yang jelas, jaringan neuron di kepalanya mulai bekerja."

"Ok.....Bagaimana dengan roti Jerman?" tanya Ghea, menunjuk ke etalase gelap "Nina Brezel."

"Resep dari neneknya, hanya saja tak lagi menggunakan keju impor. Hanya perlu meminta 'Brezel asli Bregenburg'."

"Wow, kamu selalu sinis tentang berbagai hal?"

Mahiwal menggelengkan kepalanya.

"Justru tidak. Aku hanya suka memecahkan misteri."

"Kamu menulis genre itu?"

"Beberapa," katanya, "Tidak banyak, kurasa. Tidak sanggup menulis semua yang kupikirkan."

"Pernah melakukan sesuatu yang serius dengan itu?"

"Tulisannya?"

Ghea mengangkat bahu.

"Mungkin," katanya, "Maksudku, aku harus .... kan?"

"Ya benar."

" Bagaimana denganmu?"

"Entah," kata Ghea, "kamu tidak pernah tahu. Mungkin nanti suatu waktu aku akan menulis kisah romansa yang indah dan menerbitkannya atau mungkin hanya menjadi ibu rumah tangga pinggiran kota yang membosankan yang membaca novel online selama satu jam sementara mesin cuci melakukan pekerjaannya."

"Tapi itu sepertinya sangat menyedihkan."

"Entahlah," kata Ghea. "Ada semacam pesona dalam gaya hidup itu, kualitas stereotip tertentu yang nostalgik."

"Mungkin menulis roman erotis atau semacamnya?"

"Sesuatu untuk dibaca oleh ibu rumah tangga yang bosan di sela-sela mencuci dan merenung di kamar mandi?"

Klok klok. 

Bunyi pintu mobil teredam saat tombol remote kunci dipencet.

Mahiwal membukakan pintu pengendara.

"Sikap pria seperti itu takkan membuat wanita penulis pejuang emansipasi terpikat," kata Ghea.

Saat masuk ke mobil, tangannya menyentuh lengan Mahiwal dan dia berhenti untuk menatap wajah Mahiwal.

Tiba-tiba Ghea penasaran, seperti apa rasanya bila bibir pria itu menempel di mulutnya?

Yang harus dia lakukan hanyalah mengeluarkan kepalanya dari jendela dan menciumnya. Selesai.

Apakah itu terlalu berlebihan? pikirnya. Terlalu agresif?

Dia memutuskan untuk mengeluarkan kepalanya dari jendela.

Bandung, 14 November 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun