Sebagai penulis purna waktu, saat ini aku sedang menantang diri sendiri dengan menulis beberapa novel secara simultan. Karena itu, aku ingin berbagi catatan pribadi.
Hal pertama yang perlu kamu ketahui tentang menulis novel adalah tidak ada yang namanya 'menulis novel itu gampang'. Hal kedua yang perlu kamu ketahui adalah tidak ada rumus ajaib. Setiap novel menuntut strukturnya sendiri, kecepatannya sendiri, caranya sendiri dalam memandang dunia.
Masih mau lanjut? Baik.
Menulis novel bukan cuma mengantuk-antukkan kepala ke dinding karena frustrasi dan putus asa (meski, kadang-kadang itulah yang kulakukan), tapi menggali isi kepalamu dan juga petualangan yang menyenangkan. Ini duniamu. Kamu menciptakannya, mengisinya, mengolahnya, dan menyatukan semua bagian.
Jika kamu siap untuk menghadapi tantangan, berikut 10 langkah untuk memulai.
1. Lupakan Garis Besar
Awalnya, aku selalu membuat garis besar. Garis besar bagus, kecuali kalau malah membuat kamu gagal menyelesaikan novelmu. Aku sudah mengalaminya sendiri. Sebuah draf novelku yang 'konon' dinanti-nanti pembaca setia di sebuah platform literasi macet cet cet di bab tiga, karena garis besar yang kususun raib bersama laptopku.
Aku juga sering melihat pengarang yang berputar-putar selama bertahun-tahun, terikat pada garis besar yang gagal. Yang baik dengan garis besar adalah memberi kamu arahan. Hal buruk tentang garis besar adalah garis besar membatasi kemungkinan-kemungkinan novelmu dan menyebabkan kamu terjebak dalam lingkaran tak berujung (eh, lingkaran memang tak berujung, ding).
Setidaknya, lima puluh halaman pertama novelmu tulis tanpa garis besar. Sebaliknya, coba buat daftar adegan yang lebih mudah digunakan. Aku mulai menulis 6 (enam) novel pada awal Ramadan tahun. Sekarang rata-rata minimal mencapai 30 persen. Bahkan ada yang sudah 80 persen.
2. Tetapkan Setting
Setting atau latar tidak hanya mencakup tempat, tetapi juga waktu. Di mana novelmu terjadi dan kapan?
Cobalah baca novel-novel Jonas Jonasson. Novel pertamanya mencakup sejarah yang panjang dan wilayah seluas planet bumi. Tapi ada novelnya yang hanya mencakup Swedia dan Norwegia untuk periode singkat. Kecil itu! Tapi, buatku, semua novelnya menarik.
Ketika menulis KAMP 13, aku tahu harus terjadi di masa depan yang tidak terlalu jauh. Tokohnya harus remaja yang belum terkontaminasi. Menulis Petualangan Malin, sepenuhnya fantasi steampunk. Namun aku membawa imajinasi pembaca bahwa settingnya di semesta sejajar wilayah Sumatera dan Jawa era pasca perang dunia yang lebih parah daripada di dimensi kita. Menulis Rusunawa, adalah seputaran Klender Jakarta Timur tahun 90-an yang masih 'terbelakang'. Kidung Bocah Udik sebuah kampung di Aceh Utara, yang mengalami gegar budaya karena berdirinya PT. Arun sampai terjadi bencana gempa dan tsunami.
Di mana lokasi yang menjadi inspirasimu? Tempat apa yang sangat kamu kenal sehingga kamu tidak bisa mendeskripsikannya seperti orang lain?
Ketika mempertimbangkan latar novelmu, buatlah sespesifik mungkin. Jika dimulai di kota, bagian kota mana? Jalan apa? Gedung apa? Mengapa cerita itu terjadi di situ?
BERSAMBUNG