Mohon tunggu...
Anifatun Mu'asyaroh
Anifatun Mu'asyaroh Mohon Tunggu... freelance -

Pengangguran yang gemar berkhayal. Penulis pemula-pemalu. Pembaca diam-diam. Saya cinta fiksi 💚...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Langit Cinta

7 Juni 2016   22:05 Diperbarui: 7 Juni 2016   22:11 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jangan tulis sebuah puisi cinta untukku, aku tak akan membacanya
Jangan ucap rayuan manis kepadaku, aku tak mau mendengarkannya
Jangan belai rambut bau dan kusutku, aku tak nyaman menerimanya
Jangan beri pelukan yang kau kira dapat menenangkanku, aku tak mampu merasakannya
Jangan berbaik atau berburuk laku dalam menghadapiku, aku tak yakin akan mengingatnya

Aku telah mengatakan segala larangan untukmu, akanku
sejak aku terbangun di sore berawan mendung kala itu
mendapati kepalamu tergeletak di tepi pembaringanku
Matamu setengah terpejam, napasmu laun berburu
Aku menarik selimut, menjauhkan diri darimu, aku tak mengenalmu
Kau terbangun, tergesa berlari meninggalkanku, meloloskan kelegaanku

Mataku menyapu ke seluruh ruangan, menggali petunjuk atau mungkin sebuah inspirasi
Aku mencoba berpikir, tetapi sesuatu dalam diriku menonjok akalku tanpa permisi
Bungkam dan berkedip, tak ada hal lain yang dapat kulakukan selain ini

Kau datang, membawa sosok asing berbeda, yang terlihat rumit
Dia mendekatiku, menyentuh beberapa titik di tubuh kakuku
Aku tak siap, beringsut melipat badan, berteriak tanpa berbunyi
Dia menjauhiku, menepuk pundakmu dan membisikkan sesuatu
Kau menunduk, menggumamkan sesuatu, lalu menghampiri tempatku berbaring

Aku bergidik, menangkap kata-kata asing dalam bisikan hangatmu
Aku mendelik, diam dan menerka adanya kemaknaan dalam setiap ucapmu
Aku melirik, kepada orang asing yang pertama kulihat dalam hidupku, ke arahmu
Aku memekik, resah, membenarkan keyakinan, benar bahwa aku tak mengenalmu

Aku ingin melarikan diri, tapi kau menarik tubuhku ke dalam pelukanmu
Aku terkunci, dan kau kembali membisikkan kata-kata panjang ke telingaku
Aku menjauhkan diri, kulihat setitik air bening meluncur dari mata kirimu
Aku tak lagi menguasai diri, limbung, tenggelam kembali dalam gelap mimpiku

Bagiku, hari itu adalah hari aku dilahirkan
Hari pertama aku berjabat dengan dunia

Kau membawaku pergi dari tempatku terbangun, keesokan paginya
Menurunkanku di sebuah tempat baru, berbau basah dan bernuansa biru

"Laut," katamu

Kusimpan dia, laut
Kata pertama yang kuselipkan dalam kamusku
Lalu siapa aku?
Siapa orang di hadapanku?
Aku bertanya lewat tatapan
Gemas
Gamang

"Kau Rissa. Rissa namamu. Artinya laut, jika kau ingin tahu," tambahmu
Kata-kata terpanjangmu, yang akhirnya kuperhatikan dan kudengarkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun