Ketika ada masalah negara.... Pandanglah langit dan bintang bintang.... Mari kita ketuk pintu langit....
Tak perlu ranting memaksakan agar bisa menyentuh langit nun jauh di atas sana, meski hanya sekali saja.
Wahai langit kenapa kau begitu ambigu? Sehingga membuatku menerka-nerka dalam kata
Burung-burung kulihat terbang berseliweran
Langit masih gelap tapi kusudah terjaga
Sesungguhnya, ada kepastian dalam ketidakpastian itu, yakni manusia harus menata hidupnya setiap waktu.
mendaki bukit kadang perlu menjerit bukan sebab duri merusuk sakit
pertama kenal di sungai di atas batu tempat kau bersimpuh
ada hari tertentu saat kita menghabiskan pagi dengan pelukada hari lain saat kita saling membenci
Langit dan bumi yang terpisah. Perbedaan membentuk batas tanpa wujud
Pagi itu aku terbangun dari tempat tidurku, kubuka mataku, kulihat jam dinding menunjukkan pukul enam.
Para pencakar itu seperti benar-benar ingin menggores langit yang siang tadi kulihat begitu teriknya.
Sebuah masa, sebuah peristiwa membawa pesan pada semua saja yang di alam semesta ini tentang skenario hidup bak layar lebar film kehidupan.
lalu siapa termangu di sudut itu tunggui detik terakhir kelu tercabik jerit tangis pilu lalu siapa menari dalam impian kemarau senja hari
Revolusi prinsipku berbeda sejak aku menghabiskan waktuku dengan dia sepulang sekolah tiap sore. Sekarang pematang sawah itu sudah lebih lebar
Bicara juga layak dua mata pisau. Ia bisa bagaikan penyejuk jiwa yang dalam waktu singkat bisa membuat orang bahagia, senang, atau jatuh cinta.
Salah satu yang menjadi kebutuhan utama manusia dimuka bumi ini ialah membutuhkan udara bersih dan sehat. Tapi tentu tak mudah mewujudkannya.
Tak terasa perkenalan dengan pak tua memakan banyak purnama sehingga bosan berkunjung kedalam lingkaran itu
Bukan pengecut atau pun takut untuk mengatakannya tapi ungkapan perasaanku waktu lalu yang menjadikan batas antara kita.
Kulihat ke atas, dia semakin tertutup oleh awan hitam yang pekat dan air langit pun semakin deras membasahiku.