Masih banyak orang mengira bahwa ibu kota harus ramai, penuh dengan kegiatan manusia sehingga secara populasi harus padat, jika dipindahkan, maka Jakarta akan sepi.
Bahkan masih banyak yang berpikir, jika ibu kota dipindahkan, maka seharusnya proyek kereta cepat, MRT, dan sejumlah megaproyek di Jakarta dibatalkan saja karena ibu kota RI pindah.
Anggapan-anggapan tersebut sangat keliru! Hal ini karena masih banyak dari kita menganggap bahwa ibu kota adalah pusat ekonomi negara.
Bahkan begitu mendengar kabar ibu kota akan pindah, banyak yang berharap ingin ikut pindah ke sana untuk prospek hidup yang lebih baik.
Maka tidak heran saya mendengar berita bahwa harga tanah di Kabupaten Kutai dan Kabupaten Penajam Paser Utara mengalami kenaikan karena banyak yang ingin membangun agar nantinya dekat dengan ibu kota.
Padahal dari konsep ibu kota yang tengah dirancang, ibu kota baru hanyalah komplek berisi kantor-kantor pemerintahan. Sehingga sebagian besar penghuninya adalah ASN dan pejabat-pejabat terkait beserta para menteri, presiden & wakil presiden.
Ibu kota Indonesia yang baru nantinya akan seperti Washington DC di Amerika Serikat, Canberra di Australia, Ottawa di Kanada, Nur Sultan di Kazakhtan, Brasilia di Brazil, Islamabad di Pakistan, dan Putrajaya di Malaysia.
Untuk ke depannya, Jakarta tetap dan selamanya akan menjadi magnet atau pusat perekonomian Indonesia sebagaimana halnya kota New York di Amerika Serikat, Sidney di Australia, Toronto di Kanada, Rio De Janeiro di Brazil, dan Kuala Lumpur di Malaysia.
Jadi, sudah terbayangkan kan bahwa ibu kota baru sepertinya akan sepi dan Jakarta akan tetap padat dan paling ramai populasinya di negara ini.
Jika ingin contoh yang dekat, biarkan saya membawa Anda tentang kenangan saya mengunjungi Putrajaya, Pusat Pemerintahan Federal Malaysia.
Saya pernah mengunjungi Putrajaya di tahun 2015 dan 2017, kota ini bisa dibilang sangat sepi.