Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Petir Perenggut Nyawa

25 Februari 2024   20:54 Diperbarui: 25 Februari 2024   21:13 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.suarasurabaya.net/wp-content/uploads/2017/12/kk197383_clip10.jpg

Gelap malam merangkul bumi,
Kilat menyambar, menggigil angkasa,
Dua jiwa merunduk dalam sunyi,
Bertemu maut di alam terpapar.

Jumat malam, di mata bulan pucat,
Bumi Perkemahan Batu Kuda berseru,
Empat kali petir memekik datang,
Menggertak, mengusik mimpi-mimpi jiwa muda

Namun di antara reruntuhan gemuruh,
Ada cerita, luka hati yang sama,
Mahasiswa, remaja, manusia berjuang,
Tersambar petir, berpisah dengan nyawa.

Lewat lautan, ke Amerika jauh,
Di puncak gunung, di tepi pantai,
Petir menjelma, kejam menghantam kau,
Merenggut hidup, dalam getir derai.

Awan hitam, cumulonimbus kejam,
Mengantarkan kilat, menggelapkan jiwa,
Tak peduli manusia, tua atau muda,
Renggut nyawa, tak kenal kasihan diri.

Meski BMKG bersuara, memberi isyarat,
Tetaplah kita, seringkali lalai,
Awan mendung, kilat menyambar,
Tak sadar, hingga terbabat nyatai.

Namun dalam kelam, terang pun menyinari,
Dalam hati, kesadaran menyala,
Mencegah lebih baik, daripada menyesali,
Mari bersama, teriakkan kesadaran yang maha.

Gelap dan terang, bergandengan tangan,
Dalam puisi alam, kita bersama,
Mencegah bencana, menghindari malam yang kelam,
Bersatu, kita lawan, dengan nyala cahaya abadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun