Beberapa waktu terakhir ini masyarakat Indonesia digemparkan dengan pemberitaan korupsi yang menyeret nama PT Pertamina. Kasus pengoplosan Pertamax dan dugaan korupsi yang melibatkan perusahaan tersebut telah memicu berbagai  komentar negatif di media sosial. Masyarakat terlihat geram dan menyayangkan hal ini bisa terjadi. Bagaimana tidak, selama ini masyarakat memilih membeli Pertamax sebagai bentuk mendukung program pemerintah. Selain itu, karena PT Pertamina juga merupakan perusahaan milik negara. Respons mereka terhadap pemberitaan ini disampaikan lewat kritik, bahkan kerap kali disertai dengan ujaran kebencian yang tidak sopan, kasar, dan pedas.Â
Komentar-komentar negatif tersebut adalah bentuk kekecewaan yang diekspresikan melalui media sosial. Banyak warganet yang menuliskan komentar dengan sangat pedas dan kasar. Tetapi sebaliknya, ada juga warganet yang justru mengomentari pemberitaan ini dengan kata-kata sarkas atau sindiran. Untuk melihat lebih dalam bagaimana fenomena ini bisa terjadi, kita bisa melihat dari kaca mata teori impoliteness (ketidaksopanan) yang dikemukakan oleh Jonathan Culpeper. Teori ini memberikan kerangka untuk memahami bagaimana individu menggunakan ketidaksopanan dalam komunikasi mereka dan alasan di balik pemilihan strategi impoliteness tersebut.
Skandal pengoplosan Pertamax yang melibatkan perusahaan besar ini memicu reaksi kuat dari publik. Adanya kasus ini dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap integritas perusahaan dan pemerintah. Ketika masyarakat merasa dirugikan, otomatis mereka menganggap bahwa sistem tidak bekerja dengan adil. Mereka akan menyuarakan kritik melalui media sosial. Di zaman serba teknologi ini media sosial memiliki peran yang sangat penting. Masyarakat kerap kali mencurahkan keluh kesah lewat media sosial mereka. Berkaitan dengan pemberitaan ini, komentar negatif di media sosial menjadi saluran utama untuk menyampaikan rasa emosi, frustrasi, dan ketidakpercayaan terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Beberapa komentar yang ditemui seperti "Negara ko***l isinya korupsi doang an****" atau "Negara kok isinya an**** semua!" adalah contoh komentar warganet yang disampaikan dan dapat dirasakan bagaimana emosinya mereka saat menulis komentar tersebut. Strategi bald-on-record impoliteness digunakan dalam konteks ini dimana kritik disampaikan secara langsung tanpa upaya untuk meredakan atau memperhalus kata-kata. Penggunaan kalimat yang tegas dan langsung menunjukkan bahwa penulis komentar merasa bahwa tidak ada tempat untuk kesopanan dalam kasus seperti ini.
Selain kritik yang disampaikan dengan pedas dan cenderung kasar, ada pula warganet yang menuliskan kritiknya dalam bentuk sindiran atau lelucon. Contohnya seperti "Ga pernah beli eceran karena menghindari oplosan, laaaah ternyata pertamina aja ngoplos". Dalam hal ini, termasuk ke dalam bentuk ironi, di mana ada perbedaan antara apa yang diucapkan dan apa yang dimaksudkan untuk menunjukkan ketidakpercayaan atau kekecewaan terhadap situasi yang terjadi. Penggunaan ironi dan sarkasme dalam komentar tersebut bisa dianggap sebagai bentuk impoliteness karena bisa merendahkan pihak yang disindir, mengkritik tindakan mereka, dan mengungkapkan kekecewaan dengan cara yang bisa mempermalukan atau menyerang reputasi pihak yang disinggung.
Menanggapi segala berita yang beredar, Direktur Utama PT Pertamina Simon Aloysius Mantiri akhirnya buka suara dan menyampaikan permintaan maafnya ke publik. Pernyataan tersebut disampaikan melalui konferensi pers yang digelar di Graha Pertamina, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Dalam konteks komunikasi, permintaan maaf sering kali menjadi strategi untuk meredakan ketegangan sosial dan mengembalikan citra yang rusak. Jika dilihat dari kasus yang terjadi, langkah ini diambil untuk meredakan emosi masyarakat dan mencoba mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap PT Pertamina. Karena semenjak pemberitaan korupsi dan pengoplosan pertamax ini beredar, SPBU Pertamina terlihat sepi peminat.Â
Wacana "permintaan maaf" ini dapat dianalisis dengan menggunakan teori analisis wacana dari Teun A. van Dijk, yang menekankan hubungan antara struktur kognitif, sosial, dan bahasa dalam komunikasi. Teori ini memandang wacana sebagai hasil interaksi antara pikiran individu, norma sosial, dan struktur bahasa yang digunakan dalam komunikasi. Dalam konteks permintaan maaf, teori ini membantu kita memahami bagaimana makna permintaan maaf dibangun melalui pemahaman kognitif pelaku komunikasi dan bagaimana wacana tersebut disesuaikan dengan ekspektasi sosial yang ada.Â
Contohnya seperti dalam situasi permintaan maaf, seseorang tidak hanya mengungkapkan penyesalannya, tetapi juga menyesuaikan ungkapan dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat. Dengan menganalisis wacana permintaan maaf, kita bisa menggali bagaimana pihak yang meminta maaf membangun hubungan kembali dengan penerima maaf dan bagaimana pihak tersebut berusaha memenuhi harapan sosial untuk memperbaiki keadaan. Hal ini menjelaskan bagaimana makna permintaan maaf dapat diterima atau ditolak oleh masyarakat berdasarkan norma sosial dan budaya yang ada.
Saat mengungkapkan permintaan maafnya, Dirut Pertamina mengapresiasi penindakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung atas dugaan korupsi yang dilakukan oleh anak perusahaan PT Pertamina Persero. Dengan mengapresiasi dan mengakui adanya kesalahan serta berusaha untuk memberikan langkah-langkah untuk memperbaiki situasi merupakan salah satu cara untuk memulihkan citra perusahaan dan membangun kembali kepercayaan publik. Hal ini dapat dilihat dalam pernyataan yang berfokus pada upaya perbaikan dan penegakan hukum yang lebih ketat. Di sini, wacana yang dibangun bukan hanya tentang penyesalan, tetapi juga tentang bagaimana perusahaan berupaya untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi.
Permintaan maaf yang disampaikan oleh Dirut Pertamina juga mengandung unsur strategi untuk meredakan ketegangan politik yang muncul akibat kasus tersebut. Dengan mengeluarkan pernyataan maaf dan menunjukkan kesungguhan untuk memperbaiki perusahaan, Dirut Pertamina berharap dapat meredakan tekanan dari masyarakat dan otoritas yang mengawasi perusahaan tersebut.