Sebab kalau beliau terus terang mengatakan jengkel atau muak menyaksikan demo-demo berbau politik yang sarat dengan SARA dan provokasi adu domba, pasti bisa jadi akan diserang dengan celaan macam-macam yang dicari-cari agar bisa jadi serangan yang "separah" mungkin.. Â
Ucapan-ucapan Presiden Jokowi sangat ditunggu yang "keceplosan," untuk bisa dinilai lawan politiknya sebagai yang kurang pada tempatnya.
Ucap yang keceplosan pasti akan bisa digoreng terus seperti tak pernah bisa gosong sebelum Pak Jokowi bisa dibuat uring-uringan sampai seperti kehilangan akal sehat.
Presiden Jokowi dengan mudah bisa disebutnya sebagai Presiden tukang mengeluh; tidak tahan bantingan; tidak tahan dikritik, cengeng dan sebagainya.
Melihat fenomena "sontoloyo" menjadi sedemikian rupa, terkesan bahwa bangsa ini memang sedang dirongrong oleh orang-orang sontoloyo untuk berani memaki yang menyerang Presidennya.
Katanya, hanya pada presiden yang punya kekuasaan maka rakyat boleh menyerang. Demikian yang pernah diucapkan Fahri Hamzah kalau tidak salah ketika di Palembang beberapa waktu yang lalu.
Tetapi juga ada pandangan lain bahwa Bangsa ini dikatakan mungkin sedang berproses mendidik dirinya sendiri agar setiap elit politik negeri ini tahu diri dalam hidup bernegara yang berdasar Pancasila.
Poitikus Sontoloyo juga pantas buat Fahri Hamzah
Pernah juga terbaca di media sosial. Bahwa dengan nada kesal Fahri Hamzah menantang minta dipenjarakan bersama Prabowo oleh Presiden Jokowi.
Pernyataan tersebut barangkali terucap karena tekanan batin yang luar biasa keras menyiksanya. Segala ulah dan tingkahnya yang provokasi, dirasakan sama sekali tidak  bisa memancing kemarahan presiden.
Menurut dugaan penulis. Presiden Jokowi pasti merasa tidak perlu memenjarakan Fahri Hamzah maupun Prabowo. Karena di pikiran Presiden keduanya sudah dan sedang terpenjara oleh ambisi masing-masing yang sia-sia. Karena ingin menjatuhkan Presiden.