Contohnya banyak. Rocky Gerung, Fadly Zon, Fahri Hamzah yang suka menilai---bukan mengkritik, Pesiden Jokowi. Mereka tampak memperlihatkan diri seolah lebih tinggi dari Presiden Jokowi pribadi.
Sengaja "menilai" orang lain pasti kental dengan tujuan kepentingan pribadi yang seringkali sangat sengaja untuk memancing perselisihan dengan pihak tertentu atau dengan siapa saja. Meskipun menilai kualitas orang lain bisa dengan secara terang-terangan memuji setinggi langit yang tujuannya justru ingin mencampakkan.
Sesungguhnya sikap suka menilai orang lain tidak diperlukan. Yang mutlak perlu dilakukan adalah sikap menghargai orang lain secara wajar proposional.
Barangkali semua orang bertuhan pasti sudah tahu. Bahwa hanya Tuhan yang mutlak Memberi Penghargaan yang kekal dengan KemulianNYA kepada siapapun yang menghargai sesamanya. Tanpa SARA.
Presiden Jokowi tidak jujur
Ada pengamat politik mengatakan Presiden Jokowi tidak jujur.
Yang perlu dipertanyalakan, mana kalimat yang diucpkan Presiden Jokowi yang tidak menunjukkan kejujurannya? Data mana saja yang dimanipulasi Presiden? Fakta apa yang didustakan atau diputarbalikkan oleh Presiden?
Maka yang perlu diharapkan. Para pengamat politik hendaknya tidak ikut terjebak dengan analisis-analisis yang menyesatkan untuk mengkritisi presiden sebagai yang tidak jujur.
Tidak dilarang menjual analisis untuk mendapatkan uang. Tetapi analisis yang menyampaikan penyesatan sebaiknya diharamkan.
Kejujuran Ratna Sarumpaet
Kalau saja Ratna Sarumpaet sanggup mengakui telah berbuat bohong dengan bukti tidak ada yang mendustakan dan menyangkal pernyataannya.