Mohon tunggu...
Asep Sukarna
Asep Sukarna Mohon Tunggu... Freelancer

Penjaga aroma yang tidak pernah selesai. Menulis bukan untuk menjelaskan, apalagi mengejar rating. Aku menulis hanya untuk menyeduh waktu.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 9 Tubuh yang Menggubah Suhu: Aroma Tidak Pernah Didesain dari Jauh

19 Agustus 2025   21:51 Diperbarui: 19 Agustus 2025   21:51 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Oetoenk 

Baca juga Bab 8 :

https://www.kompasiana.com/asepsukarna5061/68a39a04ed64151ac97a6182/bab-8-rumah-yang-menyeduh-sejarah

Senja menggantung rendah di atas rumah yang juga dapur. Cahaya jingga merambat pelan di rak-rak kayu, menyentuh memo aroma yang ditulis dengan pensil tumpul. Raka berdiri di depan kettle leher angsa yang belum menyala. Di rak atas, sebuah mesin roasting memancarkan cahaya digital---diam tapi intens, seolah suhu dan aroma adalah angka yang bisa dirancang dari jauh. Raka tidak menyentuhnya. Ia memilih tangan dan waktu, bukan sirkuit.

Ia tak menyeduh untuk membuka hari, melainkan untuk menutupnya dengan suhu terakhir. Air dipanaskan bukan dengan efisiensi, melainkan dengan perenungan. Suhunya bergerak pelan, mengendap seperti hati yang belum sepenuhnya tenang. Jam analog berdetak lambat, tidak memaksa waktu berjalan, hanya menjaga ritme. Raka tidak mengukur suhu dengan alat. Ia mengukur dengan perasaan yang belum selesai.

Bijinya datang dari warung waru. Bukan dari distributor yang menyimpan barcode, tetapi dari tangan yang masih menyimpan sisa tanah basah dan jemur pagi. Karakter rasanya pahit-liris, bau kayu bakar dan suara tawa pendek yang tak tercatat. Raka menggenggam biji itu dengan pelan. Ia tidak menimbang, ia merasakan. Aroma bukan soal volume, tapi soal kedalaman.

Laporan cupping dari luar negeri menyebutkan rasa cherry, citrus, acidity medium. Dibacanya seperti surat dari orang yang tak pernah injak Lembang. Terlalu rapi. Tidak ada yang menyebut suara hujan di atas seng, atau cahaya senja yang membuat aroma berubah. Raka menyimpannya, tidak menolak, tapi tidak juga membiarkan algoritma menggubah ingatan.

Saat suhu air menyentuh titik "bau senja"---tanda yang hanya bisa dirasakan oleh tubuh yang telah lama menyeduh---Raka mulai menuang. Tak ada timer. Tak ada lonceng. Air mengalir ke atas V60 seperti menyiram sore. Suara alirannya tidak tergesa. Ia tidak mengejar rasa. Ia memanggil kenangan.

Cangkir tanah liat diletakkan pelan. Ia tidak tahan panas, tapi menyerap pelan. Menyimpan suhu bukan untuk menyaji, tapi untuk mengingat. Kopi disajikan, dan seorang tamu mencicipi. "Tidak sesuai standar," katanya. Raka tersenyum. Ia tak ingin standar. Ia ingin tubuh yang berani menyeduh kenangan yang belum dibenarkan.

Mesin roasting tetap memancarkan suhu rekomendasi: 92C untuk cherry, 94C untuk citrus. Tapi Raka percaya pada suhu yang mengingatkan suara pintu kayu dibuka menjelang maghrib. Ia memanaskan air sampai aroma ibunya muncul: bau kompor minyak, tawa kecil, suara langit-langit yang retak. Bukan angka. Ingatan.

Di rak belakang, benda-benda menjadi arsip: kettle leher angsa, cangkir tanah liat, jam analog, memo aroma yang mulai pudar. Semuanya menyimpan suhu yang tak bisa diakses oleh sensor luar. Kopi bukan benda uji. Ia adalah tubuh yang membawa sejarah, keringat, dan pelan yang tak mau disingkat.

Internet of Things bisa mencatat kelembapan. Blockchain bisa melacak asal biji. Tapi tak satu pun bisa menjawab kenapa aroma senja di Lembang berbeda dari aroma pagi di kota. Tak ada alat yang bisa mencatat keinginan Raka untuk sendiri malam ini, atau untuk menyeduh sambil mendengarkan gema dari studio Fahri. Tubuhnya menggubah rasa dengan perlahan, tanpa validasi, tanpa sertifikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun