Mohon tunggu...
Asep Sukarna
Asep Sukarna Mohon Tunggu... Freelancer

Penjaga aroma yang tidak pernah selesai. Menulis bukan untuk menjelaskan, apalagi mengejar rating. Aku menulis hanya untuk menyeduh waktu.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Judul Bab 5 Menunggu Napas Sendiri

7 Agustus 2025   04:52 Diperbarui: 19 Agustus 2025   04:44 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kost lantai dua tempatnya dulu berpikir cukup lapang: meja kayu besar, lampu baca, rak tipis berisi laporan, dan Toshiba Satellite yang nyaris tidak pernah mati.

Motorola AMPS kadang berdering, suara serak dari pengecoran, atau sekadar memo teknis yang harus diselesaikan malam itu. Tapi memo tubuh Raka lebih banyak berbicara dalam diam.

"Lalu... apa yang membawamu kembali ke kota kecil ini?" ucap Suci, tidak bertanya, tapi membuka pintu memo.

Raka menyesap kopinya, pelan. Jemarinya perlahan menggenggam tangan Suci, tidak erat, tapi cukup untuk mengatakan bahwa ia belum selesai.

"Dulu kau pernah bilang... berat meninggalkan kota kecil seperti ini. Pasti akan ngangenin, kan? Dan mungkin ini bukan kebetulan."

Suci menatap Raka sambil mengangkat alis pelan. "Ah, masih saja suka gombal..." ujarnya, tidak marah, tidak tersipu---hanya seperti ingin menyeimbangkan atmosfir yang mulai hangat.

Raka tak membalas dengan kata, hanya senyum samar yang tidak mencoba meyakinkan apa-apa.

Ia membenarkan duduknya, lalu berkata pelan, "Gombal mungkin... tapi aku tak sedang bermain-main."

Suci menghela napas. "Waktu memang mengajari kita banyak hal. Tapi kadang... orang tidak benar-benar berubah, hanya pindah tempat menyimpan rasa."

Mereka tertawa kecil. Tidak keras, hanya cukup untuk mengusir dingin yang sejak tadi bergantung di langit-langit restoran.

Lalu percakapan bergulir: tentang pekerjaan, tentang keluarga yang perlahan mengecil, tentang hari-hari di Cilacap yang tidak selalu sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun