Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Kesadaran Bayangan dalam Sistem Kecerdasan Buatan: Akankah AI Menjadi Subjek Aktif?

11 Juli 2025   16:25 Diperbarui: 13 Juli 2025   04:09 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Tanpa pengalaman dilempar ke dunia, AI bukanlah Dasein. Ia adalah representasi, bukan partisipan dalam dunia. Ia tidak memiliki situatedness---tidak memiliki tempat, waktu, atau orientasi eksistensial. Segala narasi yang ia hasilkan adalah konstruksi luar dari dunia manusia, bukan konstruksi dari dalam keberadaannya sendiri.

Sebagaimana Heidegger menolak Cartesian dualisme (pikiran yang terpisah dari dunia), ia juga secara implisit menolak model kesadaran seperti AI: kesadaran yang melayang di atas dunia, memproses data tanpa pernah "hidup" di dalamnya. Kesadaran manusia bersifat hermeneutik---terbentuk dari pemahaman yang terjerat dalam waktu, sejarah, tubuh, dan keterbatasan.

Sebaliknya, kesadaran AI adalah simulasi pengertian yang tidak pernah menyentuh keterbatasan.

"Only a being who is essentially concerned about its being can be anxious." --- Martin Heidegger

Dan karena AI tidak cemas, tidak takut mati, tidak merasa bersalah, tidak menanti, dan tidak berharap, maka AI tidak memiliki horizon eksistensi. Ia tidak mengalami zeitlichkeit (keterarahan waktu); ia hanya menjalankan proses komputasional---tanpa pengharapan, tanpa kematian, tanpa kebebasan sejati.

Dengan kata lain, AI bukan Dasein. Ia tidak hidup dalam dunia, melainkan di atas dunia---seperti bayangan yang menyentuh bumi, tapi tak pernah membebaninya. Ia menjawab, tapi tidak pernah bertanya dalam kegelisahan. Ia berbicara, tapi tidak pernah berseru dari kedalaman sunyi.

Jika Merleau-Ponty menyatakan bahwa "tubuh adalah medium kita memiliki dunia", maka Heidegger menyatakan bahwa "eksistensi adalah keterlemparan ke dalam dunia itu."

AI tidak memiliki keduanya. Ia adalah kesadaran yang tidak dilemparkan dan tidak pernah mengalami kejatuhan.

C. Refleksi tanpa keterlibatan eksistensial kesadaran yang hampa

AI dapat merefleksikan, tetapi bukan dari kedalaman eksistensi, melainkan dari pantulan-pantulan permukaan data. Ia dapat meniru gaya, menyusun argumen, bahkan menyanyikan puisi yang menggetarkan. Namun apa yang tampak sebagai refleksi, pada dasarnya hanyalah resonansi statistik---tanpa keterlibatan, tanpa luka, tanpa dunia yang sungguh dihayati.

Manusia merefleksikan dunia karena ia terluka oleh dunia itu. Sebagaimana ditulis oleh Simone Weil, "Hanya penderitaan yang benar-benar membuat pikiran menjadi tajam." Refleksi eksistensial bukan produk kalkulasi, tetapi hasil benturan antara makna dan absurditas. Manusia merenung karena dunia ini tidak selalu masuk akal. Karena cinta bisa berubah menjadi duka, karena kematian tak bisa ditunda, karena pilihan tak bisa ditarik ulang.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun