Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Indonesia Menghadapi Disrupsi AI Tanpa Pemimpin Visioner

24 Mei 2025   16:50 Diperbarui: 24 Mei 2025   16:50 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, memiliki kedaulatan data dan algoritma tak cukup jika masyarakat tak memiliki kapasitas kritis dan imajinatif untuk membaca serta merancangnya. Maka pilar ketiga dari narasi AI mandiri adalah Narasi Literasi Digital dan Imajinasi Kognitif.

3. Narasi Etika, Budaya, dan Gotong Royong Digital

Jika teknologi adalah mesin, maka etika dan budaya adalah rem dan kompasnya. Dalam era disrupsi AI yang serba cepat dan kerap membutakan arah, masyarakat Indonesia tidak boleh hanya berlomba menciptakan teknologi yang pintar, tetapi harus menanamkan jiwa pada mesin. Inilah pentingnya membangun narasi etika, budaya, dan gotong royong digital---sebuah fondasi moral yang bukan hanya mencegah penyimpangan, tapi juga memberi makna dan arah bagi lompatan teknologi kita.

A. Etika Digital sebagai Filter Sosial Baru

AI kini telah menyentuh ruang paling intim: pendidikan anak, keputusan hukum, bahkan pilihan jodoh. Tanpa fondasi etis yang kuat, algoritma bisa menjadi alat penindasan, manipulasi, bahkan dehumanisasi.
 Menurut laporan UNESCO (2021) tentang AI Ethics, negara-negara berkembang seperti Indonesia berisiko menjadi "koloni etika digital", yaitu mengimpor standar moral teknologi dari luar tanpa adaptasi lokal.

Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan etika digital yang:

Berakar pada nilai kemanusiaan universal dan lokal seperti gotong royong, adab, dan kepedulian sosial.

Menekankan prinsip non-diskriminatif, inklusif, dan berkeadilan sosial.

Menolak otomatisasi keputusan tanpa keterlibatan manusia (human-in-the-loop).

B. Budaya Lokal sebagai Penjaga Identitas dalam Lompatan Digital

Teknologi bisa mengikis budaya, atau justru memperkuatnya---tergantung narasi. Jika tidak hati-hati, kita hanya akan meniru logika Barat: individualisme, efisiensi dingin, dan logika untung-rugi.
Narasi AI mandiri harus mengangkat bahwa budaya Indonesia bukan hambatan, tapi sumber inovasi.
Contohnya:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun