Tidak ada badan etik AI independen di Indonesia yang bertugas menilai dampak algoritma terhadap masyarakat.
Tidak tersedia prosedur audit publik terhadap black-box AI, terutama dalam sektor layanan publik (seperti seleksi CPNS berbasis AI, atau sistem skor kredit).
Isu seperti deepfake, bias algoritmik, disinformasi otomatis, dan AI-generated propaganda belum diantisipasi dalam UU ITE maupun Peraturan Pemerintah.
Dampaknya, ruang publik digital menjadi rentan terhadap manipulasi tanpa akuntabilitas.
2. Ketenagakerjaan: Celah Perlindungan bagi Pekerja di Era Otomatisasi
AI telah memicu otomatisasi masif, terutama dalam bidang manufaktur, perbankan, media, dan layanan pelanggan. Namun:
Tidak ada kebijakan ketenagakerjaan nasional yang secara eksplisit merespons dampak AI.
UU Ketenagakerjaan dan omnibus law cipta kerja belum memuat pasal-pasal tentang hak pekerja dalam masa transisi otomatisasi.
Belum ada sistem jaminan sosial berbasis reskilling yang menyiapkan pekerja untuk berpindah ke pekerjaan yang tidak dapat digantikan AI.
Studi ILO (2023) menunjukkan bahwa sekitar 56% pekerjaan di Asia Tenggara berisiko otomatisasi sebagian oleh AI, namun Indonesia belum memiliki peta jalan transisi kerja yang jelas.
3. Proteksi Data: Di Bawah Bayang-Bayang Korporasi dan Negara