Mohon tunggu...
Asep Paturohman
Asep Paturohman Mohon Tunggu... perawat praktisi dan akademisi

Saya seorang dosen keperawatan dan praktisi klnik sekolah juga penulis buku, menulis artikel di jurnal, pembicara di seminar nasional

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kemerdekaan Praktik Mandiri Keperawatan di Bawah Delegasi dan Perintah

15 Agustus 2025   13:13 Diperbarui: 16 Agustus 2025   16:55 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilusrasi perawat sedang melakukan tidakan medis di sebuah pasilitas kesehatan di desa 

Dalam era modern ini, peran keperawatan di Indonesia semakin berkembang dan mendesak untuk diakui secara penuh sebagai profesi yang mampu menjalankan praktik mandiri. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari percepatan pengakuan regulasi nasional yang mendukung keberadaan dan penguatan praktik keperawatan, terutama dalam konteks layanan primer dan inovasi teknologi seperti telenursing. Seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan layanan kesehatan di daerah terpencil, keperawatan harus mampu bertransformasi menjadi profesi yang mandiri dan profesional.

Namun demikian, implementasi praktik mandiri keperawatan di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala teknis dan regulasi. Kendala utama terletak pada kewenangan pemberian obat dan tindakan medis tertentu yang masih memerlukan pendelegasian dari tenaga medis dokter. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan arti dari praktik mandiri keperawatan itu sendiri dan membatasi ruang gerak para perawat dalam menjalankan tugasnya secara penuh. Padahal, menurut UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, praktik keperawatan dapat dilakukan secara mandiri berdasarkan kode etik dan standar profesional, tanpa harus selalu bergantung pada pendelegasian dari profesi lain.

Signifikansi isu ini sangat besar. Banyak perawat di lapangan melakukan tindakan medis terbatas seperti suntik dan pemasangan infus tanpa surat delegasi, karena aturan yang ada seringkali menghambat mereka untuk bertindak secara mandiri. Kondisi ini tidak hanya membingungkan perawat, tetapi juga berpotensi menimbulkan risiko hukum dan pelanggaran terhadap ketentuan regulasi. Lebih jauh lagi, kurangnya pemahaman tentang regulasi oleh sebagian perawat dapat mengurangi efektivitas layanan kesehatan dan memperburuk akses layanan di daerah terpencil.

Relevansi isu ini semakin meningkat mengingat kebutuhan mendesak akan layanan primer yang berkualitas dan inovatif, serta peran strategis teknologi seperti telenursing Pengakuan penuh terhadap kemerdekaan praktik keperawatan akan memperkuat posisi profesi ini dalam sistem kesehatan nasional, meningkatkan kualitas layanan, serta menjamin perlindungan hukum bagi para perawat. Untuk mencapai hal tersebut, aksi nyata berupa revisi regulasi harus dilakukan segera agar praktik mandiri benar-benar menjadi hak profesional perawat, bukan sekadar aspirasi yang tertunda. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa sistem kesehatan Indonesia mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara efektif dan berkeadilan.

Analisis: Mengurai Konflik Regulasi dan Realitas Praktik Keperawatan

Kemerdekaan Prakti Mandiri Keperawatan di Bawah Delegasi dan Perintah: Membebaskan Profesionalisme Perawat dari Batasan yang Tidak Relevan

Dalam konteks pembangunan sistem kesehatan nasional yang inklusif dan berkelanjutan, pengakuan terhadap praktik mandiri keperawatan menjadi sebuah kebutuhan mendesak. Meskipun regulasi formal seperti UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan telah mengatur bahwa perawat dapat melakukan praktik secara mandiri berdasarkan kode etik dan standar profesional, kenyataannya di lapangan seringkali praktik mandiri terhambat oleh batasan kewenangan yang tidak sesuai dengan esensi profesi.

Permasalahan utama yang muncul adalah ketidaksesuaian antara regulasi formal dan praktik nyata di lapangan. Dalam peraturan tersebut, perawat seharusnya memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan tindakan keperawatan sesuai kompetensi, termasuk pemberian obat generik dan tindakan medis tertentu. Namun, secara teknis, pelaksanaan tindakan medis terbatas seperti pemberian suntik dan pemasangan infus masih memerlukan pendelegasian dari tenaga medis dokter. Hal ini menyebabkan perawat tidak dapat bertindak secara mandiri, melainkan harus menunggu surat pendelegasian yang sering kali menjadi hambatan administratif dan operasional.

Pengaturan ini juga berkonsekuensi pada risiko hukum yang signifikan bagi para perawat. Banyak dari mereka yang melakukan tindakan terbatas tanpa surat delegasi merasa bingung dan cemas akan potensi pelanggaran hukum. Studi oleh Sianipar dan Maulana Siregar (2024) menegaskan pentingnya perlindungan hukum bagi perawat mandiri agar mereka dapat menjalankan tugasnya secara aman tanpa rasa takut akan sanksi hukum yang tidak perlu. Di sisi lain, laporan Kementerian Kesehatan RI (2021) menunjukkan bahwa keberadaan perawat mandiri sangat vital dalam meningkatkan akses layanan kesehatan, khususnya di daerah terpencil, namun regulasi yang tidak mendukung justru menghambat efektifitas layanan tersebut. Stakeholder seperti pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat harus memahami bahwa praktik mandiri keperawatan seharusnya didukung oleh regulasi yang jelas dan tegas. Pemerintah perlu segera merevisi regulasi agar kewenangan pemberian obat dan tindakan medis bisa diberikan secara penuh kepada perawat sesuai kompetensinya tanpa harus bergantung pada surat delegasi yang sering kali menjadi hambatan birokratis. Penetapan kebijakan ini bukan hanya akan melindungi perawat dari risiko hukum tetapi juga meningkatkan kualitas layanan primer di seluruh Indonesia.

Banyak bukti empiris menunjukkan bahwa pembatasan kewenangan ini merugikan semua pihak. Giri dan Tanaya (2023) mengungkapkan bahwa ketidakjelasan regulasi menyebabkan banyak perawat melakukan tindakan terbatas tanpa surat delegasi, yang berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Lebih jauh lagi, Hasibuan dkk (2024) menegaskan bahwa regulasi yang mendukung praktik mandiri akan mendorong peningkatan kompetensi dan profesionalisme perawat serta memperluas akses layanan kesehatan.

Oleh karena itu, langkah strategis harus segera diambil: pertama, melakukan peninjauan ulang terhadap aturan praktik mandiri keperawatan agar selaras dengan kebutuhan nyata di lapangan; kedua, memberi kewenangan penuh kepada perawat dalam memberikan obat generik dan melakukan tindakan medis sesuai kompetensi tanpa harus bergantung pada surat delegasi; dan ketiga, menyusun regulasi baru yang tegas sekaligus menjamin perlindungan hukum bagi para perawat.

Praktik mandiri keperawatan tidak boleh lagi dibayangi oleh batasan administratif yang tidak relevan, melainkan harus diakui sebagai hak profesional yang didasarkan pada kompetensi dan etik profesi. Memberikan kebebasan ini akan memperkuat posisi keperawatan sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan nasional sekaligus meningkatkan efisiensi sistem layanan primer di seluruh Indonesia. Reformasi regulasi secara mendesak adalah kunci agar keperawatan dapat benar-benar menjalankan perannya secara penuh sebagai profesi mandiri dengan kewenangan penuh dan perlindungan hukum yang memadai. Saatnya pemerintah dan seluruh stakeholder mempercayai profesionalisme para perawat demi terciptanya sistem kesehatan yang lebih adil, efektif, dan berdaya saing tinggi.

Mendukung Kemerdekaan Praktik Mandiri Perawat Untuk Kesehatan Yang Lebih Adil Dan Efektif

Praktik mandiri keperawatan merupakan hak profesional yang harus diakui secara penuh dan didukung oleh regulasi yang memadai. Perawat berhak melakukan tindakan sesuai dengan kompetensi dan kode etiknya tanpa harus selalu bergantung pada surat delegasi dari tenaga kesehatan lain. Pengakuan ini tidak hanya memperkuat posisi profesi keperawatan sebagai bagian integral dari sistem kesehatan nasional, tetapi juga memberikan manfaat besar bagi masyarakat, terutama di daerah terpencil yang membutuhkan layanan kesehatan cepat dan berkualitas.

Argumen Pendukung

1. Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, praktik keperawatan dapat dilakukan secara mandiri dan di fasilitas pelayanan kesehatan dengan dasar kode etik, standar profesional, dan prosedur operasional yang jelas. Namun, kenyataannya di lapangan, banyak perawat melakukan tindakan medis seperti pemasangan infus, pemberian obat generik, dan injeksi tanpa surat delegasi dari dokter. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara regulasi formal dan praktik nyata yang justru membatasi profesionalisme perawat dan menghambat efektivitas layanan.

2. Penelitian oleh Sianipar dan Maulana Siregar (2024) menyatakan perlunya perlindungan hukum yang kuat bagi perawat mandiri agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan aman dan percaya diri. Selain itu, laporan Kementerian Kesehatan RI (2021) menegaskan bahwa perawat mandiri memiliki peran penting dalam meningkatkan akses layanan kesehatan di daerah terpencil. Dengan pengaturan yang tepat, perawat dapat berkontribusi lebih optimal dalam mengurangi beban sistem kesehatan dan mempercepat penanganan kasus medis dasar.

3. Regulasi yang mendukung penuh praktik mandiri akan mengurangi beban administratif yang tidak perlu serta memberikan kepercayaan diri kepada perawat dalam menjalankan tugasnya sesuai kompetensi. Ini akan mengurangi risiko hukum dan kesalahan akibat ketidakjelasan kewenangan, sekaligus meningkatkan profesionalisme dan kinerja mereka.

Sejumlah pihak berargumen bahwa kewenangan pemberian obat dan tindakan medis tertentu harus tetap melalui pendelegasian dari profesi medis untuk menjaga keselamatan pasien. Mereka khawatir tanpa pengawasan ketat, risiko kesalahan medis meningkat dan terjadi penyalahgunaan kewenangan.

Namun, perlu dipahami bahwa pembatasan ini justru bertentangan dengan prinsip otonomi profesi dan kebutuhan mendesak akan layanan primer yang cepat dan efektif. Banyak perawat di daerah terpencil sudah melakukan tindakan mandiri secara tidak formal, tetapi tanpa perlindungan hukum dan regulasi yang mendukung, mereka berpotensi menghadapi risiko hukum besar. Oleh karena itu, solusi bukan mengekang praktik mandiri tetapi meregulasi secara tegas agar kewenangan tersebut sesuai kompetensi dan standar profesional.

Resolusi yang Diusulkan 

Pemerintah harus segera merevisi regulasi terkait praktik mandiri keperawatan agar memberi kewenangan penuh kepada perawat sesuai dengan kompetensinya—seperti pemberian obat generik tanpa harus melalui surat delegasi dari dokter atau tenaga medis lain. Perawat harus diizinkan melakukan tindakan seperti suntik dan pemasangan infus secara mandiri sesuai standar prosedur operasional yang telah ditetapkan, tanpa perlu batasan administratif yang tidak relevan. Regulasi ini harus didukung oleh penguatan pelatihan kompetensi dan pengawasan berbasis kualitas untuk memastikan keamanan pasien tetap terjaga.

Penegakan Logika dan Komitmen 

Pengakuan penuh terhadap praktik mandiri keperawatan adalah langkah strategis yang logis untuk mempercepat peningkatan kualitas layanan kesehatan nasional. Dengan memberi kepercayaan kepada perawat sesuai kompetensinya, sistem kesehatan akan lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Pemerintah harus menunjukkan komitmennya melalui regulasi yang konkret dan implementatif agar profesi keperawatan dapat berjalan secara profesional tanpa hambatan birokratis yang tidak relevan.

Kesimpulan 

Praktik mandiri keperawatan bukan lagi sekadar opsi, melainkan hak profesional yang harus dihormati dan didukung penuh oleh regulasi negara. Mengabaikan hak ini hanya akan memperlambat kemajuan sistem kesehatan nasional, merugikan masyarakat terutama di daerah terpencil, serta menempatkan perawat dalam posisi rentan hukum dan profesionalisme.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun