Boleh jadi memang ada skenario. Boleh jadi tidak. Yang pasti, ada algoritma digital yang dengan sabar memanen perilaku kita. Algoritma digital itu tidak peduli pada kebenaran, melainkan hanya pada keterlibatan. Algoritma ini tidak punya niat jahat, tetapi juga tidak punya niat baik. Algoritma digital itu hanya setia pada desainnya, mengikuti aturan yang ditanamkan tanpa mempertimbangkan benar atau salah.
Tafsir Makna
Apa makna semua ini bagi kita sebagai masyarakat?Â
Mungkin maknanya begini. Marah memang tetap perlu, tetapi marah yang disertai cara berpikir logika sehat. Marah yang punya daftar tuntutan yang jelas, bukan sekadar mengikuti daftar tagar yang sedang tren.
Marah yang mengajak warga lain memahami persoalan, bukan hanya mengajak menekan tombol bagikan. Marah yang mengolah data, bukan marah yang hanya menjadi data.
Bagi negara, ini seharusnya menjadi cermin. Jika kebijakan menimbulkan kepanikan beruntun, jangan salahkan warga bila curiga ada "cipta kondisi".
Penjelasan yang terlambat dan tidak tuntas sama saja dengan meninggalkan ruang kosong yang akan diisi rumor, hoax. Buka data, lalu jelaskan konteks, akui salah langkah bila ada. Demokrasi tidak runtuh oleh kritik, tapi demokrasi dapat runtuh oleh ketidakmauan memperbaiki.
Bagi para generasi muda, yang hidupnya paling menyatu dengan layar ponsel, ada PR yang lebih berat. Belajar memahami bagaimana algoritma digital merekomendasikan, mengapa postingan tertentu muncul, mengapa komentar tertentu diprioritaskan.
Literasi digital bukan hanya soal keamanan kata sandi, melainkan kemampuan membaca ekonomi perhatian (viral) dan politik algoritma.
Di sinilah sekolah, kampus, komunitas kreator, dan ruang-ruang belajar di lingkungan masyarakat bisa mengambil peran. Kita tidak menolak teknologi, kita menolak diperbudak olehnya.
Ada satu latihan kecil yang bisa dipraktikkan. Sebelum kita ikut mengangkat sebuah tagar, ada baiknya kita menanyakan tiga hal sederhana. Pertama, masalah apa yang benar-benar hendak diselesaikan. Kedua, kebijakan apa yang seharusnya berubah. Ketiga, jalur mana yang paling realistis untuk ditempuh.
Jika tiga pertanyaan itu tak terjawab, berhenti sebentar. Bila perlu, turun ke jalan dengan tuntutan yang lebih jernih, atau duduk di rumah untuk membaca lebih banyak. Dua-duanya tindakan, dua-duanya politis.