Mohon tunggu...
asep gunawan
asep gunawan Mohon Tunggu... Pengabdi di Kabupaten Kepulauan Sula

ASN adalah jalan pengabdian, Menulis adalah jalan introspeksi pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ketika Ai Ikut Mengatur Demo

3 September 2025   16:57 Diperbarui: 6 September 2025   00:05 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Algoritma digital di media sosial sebenarnya hanyalah langkah awal. Algoritma ini bekerja dengan aturan sederhana yang menampilkan apa yang paling sering kita klik atau komentari.

Namun, ketika kumpulan algoritma tersebut dipadukan dengan kecerdasan buatan (AI), kemampuannya meningkat berkali lipat. AI bukan hanya menghitung, tetapi juga memprediksi. Ia bisa memperkirakan kapan publik akan marah, tagar apa yang berpotensi meledak, dan bagaimana emosi dapat diarahkan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan penting. Sejauh mana amarah rakyat masih otentik dan sejauh mana emosi itu sudah dibentuk ulang oleh kecerdasan buatan?

Refleksi

Ada momen ketika saya menyadari paradoks yang menggelikan. Kita menuntut transparansi negara, tetapi enggan menuntut transparansi dari algoritma digital yang mengatur layar kita.

Kita marah ketika pejabat memotong konteks, tetapi membiarkan platform mengiris logika akal sehat kita hingga tersisa potongan tiga puluh detik yang serba cepat.

Kita ingin demokrasi yang rasional, tetapi tanpa sadar kita justru memberi makan ekonomi perhatian yang tumbuh subur dari sensasi. Ingat, setiap tanda suka dan komentar di media sosial pada akhirnya bernilai uang.

Barangkali, inilah wajah demokrasi digital yang belum selesai kita pahami. Di jalan, massa menuntut hal-hal konkret. Di layar ponsel, massa lain menuntut sensasi yang tak pernah puas.

Keduanya bertemu di tengah. Spanduk bertemu thread. Orasi bertemu caption. Gas air mata bertemu angka trending.

Dan di sela-sela pertemuan itu, algoritma bekerja tanpa lelah, mengukur mana yang lebih efektif. Amarah yang lirih atau amarah yang meledak.

Saya tidak ingin terburu-buru menuduh siapa pun sebagai dalangnya. Sebab tuduhan yang terlalu cepat sering kali justru menjadi bahan bakar baru bagi kebingungan.

Yang ingin saya tawarkan adalah jarak pandang yang lebih luas, cukup jauh untuk mengenali pola yang terbentuk tanpa menelannya mentah-mentah, dan cukup dekat untuk tetap memahami makna yang terselip di balik setiap peristiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun