Kemarahan masyarakat dibaca algoritma. Apakah demo masih milik manusia, atau sudah jadi skenario yang diatur algoritma?
Marah pada DPR wajar, tapi jangan sampai kemarahan publik dialihkan dari isu utama: pemakzulan, dinasti, dan keadilan agraria.
“Ayo makan” bukan soal lapar, tapi bahasa cinta. Hari ini aku mengucapkannya kembali untuk Ibu.
Dulu guru kita jadi harapan Malaysia, kini gajinya masih diperdebatkan. Apakah kita benar-benar belajar dari sejarah?
80 tahun janji terucap, mimpi ditulis. Masa depan sedang kita bangun atau hanya kita tunggu datang sendiri?
Agustus dan Asta Cita bertemu. Janji kemerdekaan dan mimpi masa depan saling berpandangan, sudahkah keduanya benar-benar terwujud bagi rakyat?
Menoleh ke belakang memang mudah, tapi hati yang siap berjalan maju tahu: tidak semua jalan lama pantas diulang.
Aku tak bisa memelukmu hari ini, tapi rinduku sudah lebih dulu sampai.
Tak membawa uang berlebih, tapi membawa harapan sederhana: hadir di tengah dunia yang terus bergerak, sebagai bentuk keberanian diam-diam.
Yang dicari bukan orang ketiga, tapi diri sendiri yang dulu merasa diakui. Dan kadang, rasa itu muncul di tempat yang salah.
Mungkin bukan tulisannya yang hebat. Tapi saat satu hati merasa diwakili, di sanalah menulis berubah jadi tempat untuk merasa ditemani.
Kadang, cinta yang datang bukan untuk dimiliki, tapi untuk mengingatkan siapa kita… saat arah dan rasa mulai hilang.
Tempat paling jujur kadang tersembunyi di balik kamar yang tak pernah disebut namanya.
Kadang kita tidak menunggu orangnya kembali, kita hanya ingin mengembalikan sebagian diri yang pernah ikut pergi.
Ada luka yang tidak berdarah, tapi diam-diam mematikan rasa. Bukan karena dikhianati, tapi karena terlalu lama pura-pura tidak tahu.
Kadang bukan karena cinta masih ada, tapi karena belum berani mengaku bahwa kita pantas bahagia.
Kamu menyebut namanya dalam doa. Tapi tak pernah merasa didoakan balik. Dan pelan-pelan kamu sadar: jodoh tidak pernah bisa diperjuangkan sendiri.
Kamu tahu ini menyakitkan. Tapi kamu tetap bertahan. Mungkin bukan karena cinta, tapi karena belum siap kehilangan yang pernah terasa berarti.
Cinta tak selalu cukup untuk bertahan. Kadang, kita harus memilih diri sendiri, bukan karena menyerah, tapi agar bisa pulih tanpa harus dilupakan.
Tafsir Ahkam bukan hanya kajian tafsir, tapi fondasi penting dalam membentuk hukum ekonomi berbasis nilai-nilai Al-Qur’an.