(Seri Tafsir Rasa - Esai Ke Duapuluhtiga)
Disclaimer: Tulisan ini bukan untuk membenarkan perselingkuhan. Ini adalah ruang tafsir atas rasa, berdasarkan cerita, pengalaman, dan literasi populer, untuk memahami sisi manusiawi dari cinta yang rumit dan kadang salah arah.
Ada kalanya, cinta yang datang bukan untuk dimiliki, tapi untuk membangkitkan bagian dari diri kita yang nyaris kita lupakan, sisi yang pernah merasa berharga, diinginkan, atau merasakan versi diri yang dulu membuat kita bahagia. Kita tidak sedang membenarkan selingkuh, tapi mari jujur: bukankah ada masanya kita lebih merasa berarti justru saat melakukan hal yang salah? Kadang, pasangan selingkuh yang bikin kita merasa dicintai. Mereka yang hanya hadir sebentar, diam-diam, tapi mampu membuat kita merasa tidak sendirian.
Kenapa Justru Cinta yang Salah Terasa Lebih Dalam?
Pernah mencintai seseorang yang kamu tahu tidak seharusnya kamu cintai, tapi justru di situ kamu rela memberi segalanya?
Aneh ya... justru saat tahu cinta itu salah, kita jadi lebih ikhlas mencintai. Lebih sabar. Lebih berjuang. Kenapa bisa begitu?
Merasa lucu! Kita bisa begitu lembut, begitu sabar, begitu bucin, justru ke orang yang hanya hadir di dalam ruang yang tersembunyi. Bukan yang sah, bukan yang setia. Tapi kenapa rasanya lebih berarti dan mendebarkan?
Diam-diam Kita Tahu Ini Salah, Tapi Tetap Menjalani
Ada masa ketika seseorang yang bukan pasangan justru membuat kita merasa lebih dicintai. Padahal, kalau dipikir dengan kepala dingin, hubungan seperti itu semestinya tidak pernah dimulai. Tapi tubuh dan hati ini seperti keras kepala: semakin dilarang, semakin nge-gas, "seperti menerobos lampu merah: tahu salah, tapi tetap dikejar karena rasa ingin yang tak terbendung"
Dia bukan seseorang yang seharusnya kutemui, tapi entah kenapa kita selalu ingin lebih mendekat lagi. Dia bukan "rumah", tapi kita justru merasa nyaman. Ironisnya, dengan pasangan yang sah, justru terasa jauh, hambar, bahkan kadang seperti dua orang asing yang tinggal serumah tanpa bicara.
"The forbidden fruit tastes the sweetest"
Beberapa psikolog menyebut istilah reward anticipation, semakin sesuatu terasa dilarang atau sulit digapai, semakin besar juga sensasi dan ketegangan yang kita rasakan saat mendekatinya. Perselingkuhan memberi itu: rasa deg-degan, euforia, sekaligus rasa bersalah.
Selingkuh itu tidak selalu lahir dari niat untuk menghancurkan, tapi seringnya justru karena seseorang kehabisan ruang untuk merasa ber-arti, dihargai, dan dipahami. Ruang itu bukan soal logika, tapi kebutuhan batin yang mungkin sudah lama tidak dipenuhi. Untuk merasa berharga, didengar, dimanja. Dan ketika itu diberikan oleh seseorang di luar rumah, maka rasanya bisa lebih nikmat daripada cinta yang legal tapi penuh rutinitas.