Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Menyampaikan Pemikiran Pribadi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Janganlah Kesumat Itu Melumat Ekonomi Bangsa

4 September 2025   00:07 Diperbarui: 4 September 2025   00:07 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Demonstrasi akhir Agustus lalu seakan membangkitkan trauma bangsa pada tragedi '98. Unjuk rasa yang semula sebatas ungkapan perasaan massa berubah menjadi luapan amarah mereka. Akibatnya, jatuhlah korban jiwa, terjadi perusakan fasilitas umum, bahkan penjarahan ke beberapa rumah.

Sebagaimana peristiwa lebih dari dua dekade lalu, muncul banyak dugaan yang memicu meledaknya kericuhan. Yang paling mengemuka adalah akumulasi kekecewaan rakyat terhadap kondisi ekonomi dan sosial yang terjadi belakangan ini. 

Ada semacam kesumat, kekecawaan yang terpendam, yang tidak menemukan ruang penyaluran yang tepat, dan minim penyelesaian dari para penentu kebijakan.      

Membuka Lembaran Lama

Terlepas dari beragam dugaan latar belakang suatu peristiwa, hal yang sangat mengkhawatirkan adalah dampak dari peristiwa itu. Dan, yang sangat ditakuti ialah dampak ekonomi.  

Saat krisis moneter 1997-1998, Indonesia menerima konsekuensi ekonomi yang sangat berat akibat instabilitas politik dan keamanan. Inflasi dari Desember 1997 hingga 1998 mencapai 59,1 persen. Nilai Rupiah pun anjlok dari sekitar Rp2.600,00 ke Rp18.000,00 per dolar Amerika, tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia. Pada periode itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13,68 persen.

Memang, saat itu Indonesia menghadapi masalah yang lebih kompleks dari sekarang. Negara-negara di Asia Tenggara berbarengan menghadapi krisis serupa. Negara kita menerima dampak rembetan dari kondisi itu.  

Perlu dicatat, Indonesia merupakan negara Asia yang paling parah terkena krisis moneter. Hal itu antara lain disebabkan oleh struktur ekonomi Indonesia yang didominasi kekuatan crony capitalism yang berpusat pada lingkungan kekuasaan, mengutip pendapat Prof. Telisa Aulia, pakar ekonomi Universitas Indonesia.    

Kondisi Kini

Meskipun ada perbedaan keruwetan masalah, bukan berarti kondisi saat ini tidak perlu mendapat perhatian serius.

Sekarang, arus informasi mengalir jauh lebih cepat dengan aksesibilitas yang lebih mudah dari sekian dekade lalu. Perubahan itu meningkatkan sensitivitas dan respon terhadap kondisi yang terjadi. Seantero nusantara, bahkan dunia internasional, dalam hitungan menit, telah memperoleh pemberitaan gejolak yang terjadi di ibu kota. Gejolak yang kemudian merembet ke beberapa kota besar lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun