Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Memulai Cerita Lama di Kaliwadas - 2

3 Oktober 2021   22:09 Diperbarui: 3 Oktober 2021   22:34 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Kembali kami berjumpa tiga orang rombongan yang merayap naik. Ketiganya membawa bladder dan tas daypack penampung air. Ketiganya menyarankan kami kembali keatas karena mereka tak menemukan air sedikitpun dibawah sana. Kami berterima kasih pada mereka sambil membiarkan mereka melewati kami untuk merayap keatas.

Di dinding pertengahan yang sedikit memiliki teras yang datar kami berhenti, memandang matahari yang makin meninggi di sebelah timur. Lembah kering kerontang nampak terhampar dihadapan dan rombongan ketiga yang menyatakan dibawah tak ada air telah hilang dari pandangan.

"Lanjut?' tanya saya setelah mengunyah separuh batang wafer coklat Kit-kat sebagai sumber kalori kami. Menurut perhitungan kemasan, saya mendapatkan tambahan 180 Kilo kalori untuk menuruni lembah.

Rafi dan Fai perlahan tetap meluncur turun. Saya menggelangkan kepala, Tak ada kata menyerah untuk mereka dan itulah yang ingin saya lihat dari anak-anak muda dimana DNA saya berada pada tubuh mereka.

"Di gunung, Jangan dengarkan berita dari orang yang sedang kelelahan. Itu kan kata ayah!" cetus Fai tanpa menghadap keatas pada saya yang masih duduk diteras batu.

Angin menolong kami dari terik matahari. Kami bisa melihat pohon-pohon besar yang bertumbangan akibat kebakaran hutan dua tahun lalu. Lembah kering memperlihatkan alran sungai. Dari kejauhan, kami tak melihat sedikitpun titik berkilau menandakan adanya air.

"Memang Amsyong!" gumam saya.

Saya mulai berkesimpulan, kali ini kami harus menyerah dan kembali ke basecamp. Karena hari masih terang benderang, menuruni lembah terjal akan menjadi hiburan terakhir  sebelum kembali ke tenda dan melipatnya   untuk bilang 'Sayonara' pada puncak Slamet.

Dua anak saya tetap keras kepala meskipun  dengan keraguan. Saya hanya mengikuti tanpa mencoba menghentikan. Sedikit demi sedikit kami tetap turun dan mencapai dataran lembah kering.

Sungai dan bebatuan berkelok membentuk lorong-lorong. Sampai kami menjejakkan kaki disana, memang air tak ada sedikitpun dijumpai.

"Memang air gak ada, ayah!" mereka berdua menggeleng lemah. Saya menghela nafas lalu merenung sejenak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun