Mohon tunggu...
Aryadi Noersaid
Aryadi Noersaid Mohon Tunggu... Konsultan - entrepreneur and writer

Lelaki yang bercita-cita menginspirasi dunia dengan tulisan sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Memulai Cerita Lama di Kaliwadas - 2

3 Oktober 2021   22:09 Diperbarui: 3 Oktober 2021   22:34 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Yang saya tahu ada dua hal yang membuat orang berteriak digunung tanpa jelas maknanya yaitu karena ia kelelahan atau  mengalami Hypothermia, keadaan dimana suhu dingin  merampas kalor ditubuh sehingga menghilangkan kesadaran diri. Dalam tahap ini biasanya pendaki akan merasakan tubuhnya kegerahan lalu membuka bajunya dalam dinginnya gunung,  kemudian dinginnya gunung akan merampas nafas dan jiwanya. 

Saya bergegas tiba ditempat kami berpisah sedang mereka berdua belum tiba sesuai waktu yang disepakati. Saya mencoba tak cemas tetapi keheningan justru menyiksa. Saya tak ingin berteriak menghabiskan tenaga dan akhirnya pecah kesabaran selama sepuluh menit menunggu. Saya akan berteriak memanggil keduanya.

Belum lagi memulai untuk teriak memanggil Rafi dan Fai, suara dentang veldples logam yang biasanya digantung dipinggang terdengar berirama. Semakin mendekat dan mendekat. Matahari berada di pukul sebelas, teriknya diredam oleh batang pohon besar yang melintang menjorok ke badan sungai.

Pada tikungan sungai, Rafi dan Fai muncul dengan senyum mengembang. Ditangan mereka empat botol air mineral berukuran satu setengah liter ada di genggaman kedua tangan masing-masing. Mereka mengangkat keempat botol itu  seperti mengangkat piala kejuaraan lalu perlahan  mendekat dan  merebahkan tubuhnya kembali ke dasar sungai. Lelah mereka lepaskan dengan senyuman, usai lelah yang hampir menembus batas kesabaran.

"Ya Allah, baru kali ini hidup terasa cukup hanya untuk sebotol air. Kita dapat air, Ayah. Di ujung tebing sana, diujung dimana orang lain gak akan mau kesana. Rafi hebat, instingnya hebat!" Fai  seolah meracau namun ia nampak begitu dipenuhi suasana kepuasan. Nafasnya tersengal naik turun.

"Siang ini kita akan makan cukup, minum cukup," bisik Rafi dengan nada puas.

"Alhamdulillah," kami bertiga mengucap syukur nyaris bersamaan.

Kami berdamai, dua teguk air yang kami bawa dari atas kemudian dihadiahkan kapada tubuh  masing- masing. Mencoba mengembalikan stamina yang diperlukan untuk merayap pulang keatas menuju tenda yang ditinggalkan.

Perjalanan kembali keatas dilalui lebih mudah. Moral keberhasilan meringankan perjalanan menanjak yang harus ditempuh setengah  jam lamanya. Enam liter air telah ada dalam tas carrier yang kami bawa, dan mungkin kelak piala apapun yang akan diraih oleh Rafi dan Fai dalam hidupnya tak akan pernah bisa mengalahkan piala berbentuk empat botol air mineral itu.

Sesampai di tenda, kami bertiga rebah serabah-rebahnya. Dengan cepat mengganti pakaian yang kotor dan menyalinnya dengan pakaian bersih. Siang itu kami putuskan untuk menunda perjalanan ke puncak dan bermalam satu malam lagi di pos tiga untuk mempersiapkan makan siang dan mengembalikan tenaga di tubuh kami.

"Malam ini kita menginap disini lagi, dan besok pagi buta pukul tiga kita akan summit attack. Menuju puncak dengan beban yang kita tinggal ditenda. Siap?" Rafi dan Fai megangguk  menerima usul itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun