Mohon tunggu...
Aru Wijayanto
Aru Wijayanto Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

.

Selanjutnya

Tutup

Politik

AS, Dari Perang Ukraina Hingga Indo-Pasifik

11 November 2022   12:17 Diperbarui: 12 November 2022   16:38 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi pernah mencoba negosiasi agar negara-negara itu membangun smelter di Indonesia lengkap dengan paket tranfer teknologinya. Tapi ditolak. Akhirnya, dibuatlah kebijakan untuk menjual komoditas tambang dalam bentuk setengah jadi. Artinya, proses smeltering harus dilakukan di Indonesia. Persoalannya, smelter harus dibangun dulu. Maka pada 2017, ekspor bahan mentah nikel--untuk pertama kalinya--dihentikan sementara sambil menunggu smelter selesai, dan kita akan ekspor dalam bentuk barang setengah jadi. Harganya tentu sudah jauh beda. Penerimaan pajak untuk negara juga berbeda.

Uni Eropa pun keblingsatan. Tidak bisa impor nikel Indonesia selama beberapa tahun. Mereka meradang. Marah, karena industrinya macet, tak ada bahan baku. Mereka gugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO). Tapi kita tidak takut.

"Barang ya barang kita. Nikel ya nikel kita. Kenapa Eropa yang repot. Kita hadapi gugatan mereka di WTO," kata Presiden Joko Widodo.

Bahkan proses smeltering ini akan diterapkan untuk seluruh komoditas secara bertahap. Bisa dipastikan, Uni Eropa akan semakin tak berdaya. Pasalnya, sebelum smelter siap di Indonesia--seperti nikel--kita akan stop ekspor. Pucat semua negara yang mengandalkan hasil bumi bangsa kita namun menolak kebijakan transfer teknologinya dengan Indonesia. Hanya China yang menerima kesepakatan transfer teknologi itu.

Ini bisa menjadi alat penekan yang dahsyat bagi Indonesia.

Nah, pertumbuhan Asia yang begitu cepat ini, terutama Tiongkok--yang disebut-sebut bakal menggeser dominasi AS--membuat Negeri Paman Sam khawatir. AS sepertinya tidak siap untuk turun takhta. Tidak siap kehilangan hegemoninya atas dunia. Apalagi dikalahkan oleh Asia, benua yang sempat dijadikan tempat membuang sampah mereka.

Karena itulah AS bisa jadi memilih perang demi mempertahankan hegemoninya. Kecuali bila para kepala negara sekutu AS sadar bahwa Perang Dunia ke-3 hanya akan membuat kondisi dunia menjadi semakin buruk dan mengerikan, lengkap dengan tragedi kemanusiaannya. Atau, bila pemimpin Taiwan juga menyadari bahwa ada indikasi negaranya akan "di-Ukraina-kan" oleh AS. Toh, bila perang pecah, Taiwan--seperti Ukraina--yang akan paling menderita. Bukan AS. Bukan pula China.

Dengan tensi geopolitik yang semakin tinggi dan sulit diprediksi ini, Indonesia juga perlu hati-hati menyikapinya. Sebab, bila perang pecah di kawasan Indo-Pasifik, negara kepulauan ini akan menjadi semacam "tameng" antara Samudera Pasifik dan Hindia, menjadi negara "pembatas" antara dua wilayah besar di dunia. Ini situasi yang berisiko, situasi yang membuat kita perlu meningkatkan kewaspadaan, terutama secara militer.

Lalu di dalam negeri, kita juga perlu hati-hati dengan gerakan-gerakan yang ingin  membenturkan pemerintah dengan rakyat, yang (akan) berujung pada isu penurunan Presiden. Toh, isu bahwa ada keterlibatan asing dalam konflik dan unjuk rasa di Indonesia--termasuk upaya menjegal Presiden Joko Widodo--sudah terdengar beberapa tahun silam. Kita bisa tebak siapa mereka dengan membaca pihak mana yang paling terganggu dan dirugikan dengan kebijakan Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini


Hati-hati. Lihat kondisi Iran saat ini. Awalnya adalah demonstrasi soal melepas hijab, kini, Iran sudah mendekati krisis politik. Unjuk rasa besar-besaran itu menjadi pemicu benturan keras antara aparat keamanan dengan massa sipil. Isu selanjutnya mudah ditebak : oleh Barat dan AS, pemerintah Iran dituding telah melakukan pelanggaran HAM dalam mengatasi pengunjuk rasa. Berbagai media massa barat juga terlihat mendukung kubu demonstran untuk melepas hijab sebagai bagian dari HAM dan atas nama "demokrasi".

Karena itu kita (juga) perlu waspada. Banyak negara besar (yang kini sedang terancam resesi yang mengerikan) tak ingin Indonesia menjadi bangsa kelas dunia--yang berdaulat secara ekonomi dan politik--agar sumber daya alamnya bisa diperas lagi.

*****

# Bogor, 10 November 2022
....................................................

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun