Mohon tunggu...
Aru Wijayanto
Aru Wijayanto Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

.

Selanjutnya

Tutup

Politik

AS, Dari Perang Ukraina Hingga Indo-Pasifik

11 November 2022   12:17 Diperbarui: 12 November 2022   16:38 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*****

BENAR kata Napoleon Bonaparte, dulu. Ia pernah mengatakan bahwa China adalah raksasa yang sedang tertidur. "Biarkan ia tidur, karena ketika bangun, ia akan mengguncang dunia."

Kata-kata Napoleon ini perlahan menjadi kenyataan ketika bangsa barat mulai bergantung dengan produk China. Negeri Tirai Bambu ini telah menjadi pusat manufaktur dunia dan membuat Tiongkok terhubung dalam jalur pelayaran global yang membentang dari Samudra Pasifik hingga Hindia. Hal ini membuat China memiliki kontrol atas jalur pelayaran penting yang menjadi nadi ekonomi dunia.

Di bidang pertahanan, China telah mendirikan pangkalan militer pertamanya di luar negeri, yakni di pantai timur Afrika, di Doraleh, Djibouti, pada 2017. Tentu saja ini meningkatkan kekhawatiran AS. Apalagi fasilitas militer China di sana berada tepat di luar gerbang pangkalan AS yang terletak di Kamp Lemonnier.

China juga telah menyelesaikan dermaga angkatan laut yang sangat besar, yang memiliki kemampuan untuk melabuhkan kapal terbesar mereka, termasuk kapal induk China serta kapal selam nuklir. Bahkan kabarnya, China sedang mencari lokasi lebih jauh ke selatan di sepanjang pantai Afrika timur, di Tanzania.

Artinya, apa yang sedang dilakukan China, sebelumnya, menjadi dominasi Amerika dan NATO. Ini yang membuat AS ketar-ketir.

China pun digoyang.

Presiden Donald Trump mencoba menjajal China lewat perang dagang. Ini juga dipicu oleh kekesalan Trump dengan neraca perdagangan negaranya yang selalu tercatat defisit dengan China. Untuk itu, ia memilih langkah proteksionisme untuk memperbaiki neraca perdagangan AS.

Trump menaikkan bea masuk impor panel surya dan mesin cuci produk China yang masing-masing menjadi 30 persen dan 20 persen. Sejak saat itu, tepatnya 22 Januari 2018, perang dagang pun dimulai. Tapi, China tak tinggal diam.

Beijing juga menaikkan tarif produk daging babi dan skrap aluminium mencapai 25 persen, dan juga memberlakukan tarif 15 persen untuk 120 komoditas AS. Mendapat balasan,  Departemen Perdagangan AS mengeluarkan kebijakan baru yang melarang perusahaan telekomunikasi China untuk membeli komponen AS selama tujuh tahun.

Perang dagang semakin liar. Pada 15 Juni 2018, Kantor Perwakilan Perdagangan AS menerbitkan daftar 1.102 barang impor China senilai US$50 miliar, dimana sebanyak 818 barang itu akan dikenakan tarif 25 persen. Sementara, 284 produk lainnya masih akan dievaluasi sebelum diputuskan jumlah tarif yang akan dikenakan. China membalasnya dengan membuat daftar 545 produk AS yang bernilai US$34 miliar dan akan dikenakan tarif 25 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun