Putri Malam telah menebarkan senyuman genitnya yang menggoda.
Sepertinya ia telah siap untuk berbagi kisah yang selalu disaksikannya, sepanjang perjalan sejak membuka pintu rumahnya di senja hari, kemudian melangkah ke luar diam-diam, sebagaimana biasanya, hingga kembali pulang menjelang pagi.
Bocah-bocah malam yang selalu saja merindukan kehadirannya, lantaran hanya Putri itu satu-satunya bagi mereka yang akan selalu membuatnya terbuai hingga tertidur lelap, tampaknya sudah tak sabar lagi menyimak kisah yang akan diceritakan Sang Putri kali ini.Â
Terlebih lagi, bocah-bocah malam itu belakangan ini, selain mengalami lapar dan dahaga sebagaimana biasa, ditambah lagi dengan ambruknya seluruh bangunan tempatnya bernaung selama ini dari panas dan hujan akibat gempa dahsyat yang terjadi dua bulan yang lalu.
Sehingga apa boleh buat, bocah-bocah itu dengan terpaksa menggelandang, siang dan malam, dalam panas maupun hujan, mencari perlindungan di bawah rumpun bambu yang rindang, dalam kepasrahan terhadap takdir hidupnya yang telah tersurat.
"O, Putri malam yang cantik jelita, kami semua telah siap menyimak kisah malam ini, yang hendak Kau ceritakan.Â
Bergegaslah turun, Putri Malam, kami sudah tak sabar untuk segera mendengarkannya. Agar lapar dan dahaga segera sirna, dan kami dapat tidur lelap sebagaimana biasanya," seru bocah-bocah malam itu penuh harap seraya wajah mereka menengadah ke atas.
Putri Malam hanya tersenyum mendengar seruan bocah-bocah yang tidak mengenal siapa orang tuanya itu.
Lalu dengan langkah gemulai, kakinya menuruni tangga bertatahkan emas permata, untuk menghampiri mereka.
Setibanya di hadapan bocah-bocah malam itu, Putri Malam duduk bersila. Sementara bocah-bocah malam duduk bersila pula dengan tertib dan takzim.
***