“Brodin! Lihat sebelah kiri” Lirih suara Pak Kades. Seakan berbisik.
Brodin dan lima anak buahnya serempak menoleh arah kiri. Mereka melihat kilat-kilat mata mendekat perlahan. Dengus napas kegeraman binatang-binatang pemburu jelas terdengar. Menembus gendang-gendang telinga yang mulai bergetar.
“Belakang kita juga, Pak!” Teriak anak buah Bragolo.
Sontak Bragolo dan anak buahnya memutar badan. Menghadap arah belakang. Dekat mereka juga sudah muncul srigala-srigala dan anjing-anjing liar. Tak terhitung jumlahnya. Menunjukkan taring-taring tajam. Siap menerkam dan mencabik-cabik mangsa.
“Saudara-saudara! Semua ambil posisi siaga. Jika binatang-binatang ini menyerang! Sekali lagi. Jika binatang-binatang ini menyerang! Kita tebas dan robek-robek mulutnya!. Jangan gentar, mereka hanyalah binatang, Pahammm!”
Semua terdiam. Bersiap menghadapi keadaan. Senjata parang dan pedang terhunus tajam telanjang.
****
Benar. Sunyi malam pecah! Binatang-binatang penguasa malam serempak menerjang. Pun juga orang-orang pilihan Desa Pakuncen, berjibaku menyambut lawan.
Raungan kegeraman dan tebasan-tebasan tajam senjata saling beradu kegemparan. Gempur-menggempur saling mencabik-cabik tubuh. Menyebabkan korban-korban berjatuhan. Malam bergelimang darah. Korban-korban menggelepar. Nyawa-nyawa meregang di kedua belah pihak. Di hutan Larangan. Di tengah malam nan gelap buta.
Brodin dan Bragolo tangkas menebas beberapa srigala dan anjing-anjing haus darah. Namun mereka kalah jumlah. Serbuan ganas para srigala dan anjing-anjing liar, membuat mereka merelakan tubuhnya tercabik-cabik. Tanpa wujud lagi.
Pun Pak Kades sudah mulai kehabisan tenaga. Penguasa paruh baya itu akhirnya tersungkur kelelahan. Kesempatan tak datang dua kali. Tubuh Pak Kades tercabik-cabik kuku-kuku tajam binatang buas. Binatang-binatang yang tak pernah puas menghabisi mangsa. Mengoyak-ngoyak dengan taring-taring tajam. Hingga korban tak mampu memompa lagi napas satu-satunya.