Di puncak bukit, sepasang mata liar menatap tajam. Bibirnya masih komat-kamit. Menyemburkan mantra-mantra gaib. Membangunkan kekuatan-kekuatan kegelapan. Srigala-srigala siluman dan anjing-anjing liar. Binatang-binatang yang haus darah manusia-manusia durjana.
Srigala-srigala beringas bermunculan. Bergerak tangkas dari berbagai penjuru. Mengikuti perintah gaib sang mata liar. Demikian juga, anjing-anjing liar. Meninggalkan perburuan malam sesama binatang. Lidahnya terjulur dan hidungnya tajam mengendus keringat-keringat manusia pemburu malam.
Kini, dua kekuatan saling berburu. Kekuatan manusia-manusia dan binatang-binatang pemburu. Menerjang kegelapan. Kalap pada semangat membara yang ditabuh angkara-angkara haus darah. Saling adu kekuatan di palagan pertemuan.
****
Dua puluh orang pemburu tiba-tiba berhenti. Di depan mereka, jelas terlihat sorot mata-mata tajam. Mata-mata berwarna biru dan merah menyala. Mata milik para srigala dan anjing-anjing liar.
“Aauuu… Aauuu”
Srigala terdepan memberi isyarat. Membangunkan pikiran-pikiran kalap sesama binatang pemburu. Lolongan bersahutan. Dari penjuru-penjuru hutan. Memecah kesunyian. Menabuh genderang perang.
“Sialan!” Pekik Bragolo.
“Kenapa Kang?” Tanya Brodin.
“Hladalah! Tampaknya kita dikepung!”
Suara geram Pak Kades menggema. Kepak burung malam kembali terdengar berhamburan. Dedaunan membisu. Jangkrik-jangkrik meringkuk di persembunyiannya. Sepi memagut rasa.