“Ada apa, ma? Ada apa dengan Prakoso?!“ tanya Ayah sambil mengoyang-goyangkan tubuh istrinya yang terlihat shock.
Sofia menarik napas pelan-pelan, mengatur irama pernapasan untuk menenangkan pikirannya.
“Dalam mimpi, ibu bertemu dengan Prakoso, Pak. Dia diseret oleh seseorang berjubah hitam da-dan...“ ibu tak mampu meneruskan perkataannya.
“Sudahlah, ma. Terimalah kenyataan kalau putra kita sudah dijemput Yang Maha Kuasa. Yang terpenting, kita pikirkkan, Melly, putri kita. Besok pagi, kita pergi ke makam Prakoso, mama mau?“
“Ya. Mama setuju, pak. Hanya saja mama merasakan ada hal yang janggal pada kematian putra kita.“ ujar Sofia seraya menghela napas pendek.
“Besok, ada hal penting yang mesti kita bicarakan. Ini tentang pekerjaan kita selanjutnya. Apakah kita harus lanjut atau pindah,“
“Maksud bapak?“ tanya ibu.
“Lebih baik kita bicarakan besok saja. Ini masih jam tiga dini hari.“ pungkas bapak sambil melirik ke arah jam dinding.
Mereka melanjutkan kembali tidur yang sempat terganggu. Bersamaan dengan itu, sekelebat bayangan hitam menghilang menembus tembok kamar mereka.
Ayam jantan berkokok panjang. Pagi sudah menjelang. Mentari mengangkasa di  hamparan langit biru. Lina sedang menyiapkan sarapan pagi untuk ayah, adik dan dirinya sendiri. Kalau bukan karena ibunya tidak enak badan, dirinya tak akan bangun cepat dan menyiapakan segala sesuatu untuk sarapan pagi.
“Uh, capek juga. Waktunya sarapan.“ Ucap Lina bersemangat sambil memukul pelan wajan penggorengan.