Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Seseorang yang bermimpi berbuat sesuatu yang luar biasa untuk masyarakat dan negara-nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Jurang Kunang-kunang

28 Oktober 2023   00:39 Diperbarui: 28 Oktober 2023   22:41 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kunang-kunang terancam punah (Sumber: iStockphoto/huePhotography via kompas.com)

Sudah hampir empat puluh menit aku tercenung di hadapan laptop. Tak satu pun ide hinggap ke otakku, mungkin karena umur yang tak lagi muda, jadi mudah lelah. 

Sayembara cerita pendek yang diselenggarakan sebuah media besar nasional telah mengusik nuraniku setelah bertahun-tahun tak pernah menciptakan karya tulis.

Temanya terdengar sederhana: "Menyambut Indonesia Melalui Sastra". Sayangnya aku tahu persis, di kotaku yang tercinta Pontianak, apa yang disebut "sastra" itu hanya hiasan rak buku dan proyek belaka.

Sebagian orang di sini tak pernah menganggap serius pasal sastra. Lebih parah lagi, beberapa orang berpendapat jika menekuni dunia sastra berarti telah siap hidup miskin. Sastra di Pontianak tempatnya hanya di hati insan tertentu. Penghargaan terhadapnya hanya sebatas tepuk tangan.

Hambatan dan dilema yang ada di depan mata sebagai putra daerah yang mencintai sastra sampai ke sumsum tulang, benar-benar membuatku pesimis untuk menyelesaikan cerita pendek tersebut, bahkan memulainya saja sudah sulit. Kalau sudah begini, biasanya aku meminta nasihat dari para senior yang masih konsisten bergelut di dunia sastra.

Beberapa nama muncul dalam pikiranku, tapi kebanyakan mereka sudah berada di zona nyaman, sehingga tak terlalu peduli lagi ihwal sastra ini. Akhirnya aku mendapatkan satu nama yang sangat tepat untuk dimintai pendapat. 

Namanya Pradono. Dua belas tahun lalu, dia dan aku pernah terlibat dalam suatu proyek penerbitan buku kumpulan puisi. Jangan tanya bagaimana penjualannya. Tentu saja tak laku, kebanyakan hanya dibagi-bagikan saja kepada handai-tolan.

Maka, segera kulangkahkan kakiku menuju Warung Kopi Debu Dunia, mumpung hari belum gelap. Senja masih kuat merona di langit sana.

Warung kopi ini merupakan tempat kongko favorit para seniman dan penulis berbagai genre di Kota Pontianak. Tak ada yang tahu sejak kapan dan mengapa. 

Namun gosipnya, sejak zaman dahulu kala praktisi-praktisi seni dan pegiat-pegiat sastra sudah berkawan baik, sehingga membutuhkan suatu tempat di mana mereka bisa berkumpul dan berencana. Singkat cerita, terbentuklah sebuah warung kopi sebagai hasil dari modal patungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun