Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Seseorang yang bermimpi berbuat sesuatu yang luar biasa untuk masyarakat dan negara-nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Jurang Kunang-kunang

28 Oktober 2023   00:39 Diperbarui: 28 Oktober 2023   22:41 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kunang-kunang terancam punah (Sumber: iStockphoto/huePhotography via kompas.com)

"Tutup mulutmu," kataku agak tegas namun pelan. Lalu kukeluarkan sejumlah uang. "Ini cukup?"

Sokka mengangguk, tangannya lekas menyambar uang yang kuserahkan. "Lama kau tak ke sini. Pergi ke mana?"

"Biasalah. Cari uang."

"Akhirnya sadar juga kau. Sastra susah bikin kaya. Orang-orang sekarang malas baca, malas berpikir. Mau apa-apa instan."

Apa yang Sokka katakan mengejutkan. Meski sakit hatiku mendengarnya, tapi ia tak seluruhnya salah. Mungkin pria berumur empat puluh tahun itu telah mengamati fenomena jatuh-bangun seniman dan penulis di warung kopi. Tepat di depan hidungnya.

"Menurutmu apa yang salah tentang ini semua?" tanyaku serius.


Sokka menatapku dalam-dalam. Ia mengambil waktu sejenak untuk menarik nafas. Bisa juga dia serius selain soal uang. "Menurutmu siapa yang benar-benar mengajarkan sastra di Kota Pontianak ini?"

Lagi-lagi ia membuatku terkejut. Sejak kapan manusia tengik ini pikirannya bisa semaju itu. Aku berusaha menjawab, tapi tiada kata-kata terlontar. Sokka sadar akan gelagatku yang telah tersudut.

"Kabra ... akui sajalah bahwa kalian selama ini hanya bermodalkan buku dan 'ilmu kira-kira'. Begini, bagaimana sastra di Pontianak bisa maju kalau tak ada ahli-ahli yang mengajarkannya sesuai dengan metode akademis. Sementara orang-orang lulusan sastra murni yang dulu belajar di luar pulau tak beri peduli urusan-urusan begini," ujar Sokka.

Sial, "ilmu kira-kira" kata dia. Naik darahku mendengarnya. Tapi itu adalah fakta. Orang dengan jenis seperti aku pasti tunduk di hadapan fakta meski pahit.

Lebih pahit lagi, Sokka memanggilku dengan sebutan lama "Kabra". Asal katanya dari bahasa Spanyol, El Cabra, yang artinya Si Kambing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun