Mohon tunggu...
Arjuna H T M
Arjuna H T M Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

"Merasa sakit ketika masa perjuangan itu hanya sementara. Ketika memutuskan untuk menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Lipstiknya Juga Tebal

28 Agustus 2019   11:47 Diperbarui: 28 Agustus 2019   12:01 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menikmati udara sejuk saat terik matahari membakar seluruh pundak petani dan buruh. Perjalanan menuju desa sigarang garang kali ini tampaknya sedikit mendebarkan jantung dan merisaukan hati.

Sepanjang jalan sebelah kiri hanya ada ladang dan sedikit perumahan sedangkan sebelah kanan yang ada hanyalah sedikit perumahan dan selebihnya adalah ladang.

"Waaaah..." ucap seorang laki laki yang tidak lebih tampan daripada aku, sebut saja namanya Dama.

"Kenapa?" Tanyaku sembari menoleh kekanan agar suaraku kedengaran ketika menjawabku.

"Sejuk, Seru juga kalau ada lewat cewek cantik" jawabnya. Jawabannya memang tampak bercanda, namun isi kepala sesuai dengan candanya barusan. Kemanapun kami pergi bersama, yang rama pikirkan hanyalah wanita, wanita dan wanita.

Tak heran lagi, bila rama mengatakan hal yang berbau wanita. Bahkan pernah saat menuju suatu tempat, pembahasan sepanjang jalan hanya sex.

"Do..." Dama biasanya memanggilku Mayldo.

"Ha.. Apa? ada cewek kau nampak?" tanyaku sedikit tersenyum nakal.

"Bukaaaan, kau ini otak porno aja terus dikepalamu"

"Trus apa, biasanya kan itunya judul hebat darimu" intonasiku sedikit lebih tinggi.

"Ops.. Selloow, ngga usah ngegas kali. Nanti di timpa gas pulak kau yang 3 Kg, kalau beruntung dapat yang 5 Kg. Mau kau?" canda Dama yang tidak lebih ganteng dari aku kali ini sedikit menjengkelkan.

"Coba kau bayangkan! kalau jalan jalan sama cewek cantik udaranya sesejuk ini" lanjut Dama.

"Ha.. Trus?" aku terka, akan beralih ke sex.

"Cak kau bayangkan dulu... Jangan trus trus aja" Dama memukul pundakku. Pukulannya pukulan nakal, tampaknya aku tau apa tujuannya.

"Kau bayangkan, kau sama cewek boncengan sama kau sekarang! Udah? tanya Dama kembali.

"Udaaaah, Trus?"

"Kira kira... Apa yang akan kau lakukan Do?" tanya Dama dengan nada nakal.

"Hmm... Apa ya? mungkin fokus ke jalan supaya selamat sampai tujuan.

"Alamak..." Dama tampak kesal dengan jawaban yang ku sengaja membuat dia kesal.

***

Dimulai dari setengah perjalanan sebelum sampai di tujuan, aku dan Dama membahas persoalan tanah yang tinggi di sebelah kiri kami.

Tanah Berbentuk segitiga yang sudah tidak beraturan bentuknya dan di kelilingi oleh tanaman tua. Dikenal dengan nama Gunung Sinabung.

Gunung Api Sinabung merupakan Gunung Api yang terletak di Kabupaten Karo dan memiliki keunggulan tersendiri, yaitu Gunung Api tertinggi di Sumatera.

Namun, pembahasan kami selama di perjalanan bukan persoalan keunggulan gunung tersebut. Pembahasan di perjalanan kali ini perihal Gunung Api yang sudah tidur sekitar 10 Abad tiba tiba meletus kembali pada tahun 2010.

Sampai hari ini, sekitar sepuluh tahun lamanya Gunung Sinabung masih rajin melemparkan Abu-abu yang sangat mungkin mematikan bagi masayarakat.

Tak panjang pembahasan aku dan rama sudah sampai di tempat tujuan kami.

Nama tempatnya mungkin tidak menarik bagi orang orang yang belum pernah ke sana, yaitu Cafe Erdilo.

Tujuan kami ke sini hanya untuk liburan saja. menghibur diri sebab kemarin adalah hari terakhir Ujian Tengah Semester di Kampus kami Universitas Karo.

***

Dari Cafe Erdilo Gunung Sinabung sangat tampak dekat sehingga akan lebih keren untuk foto foto dan pastinya memiliki udara yang sejuk.

Setiap kali Gunung Sinabung meletus, Desa Sigarang garang tidak begitu gelap oleh Abu Vulkaniknya, karena angin tidak menuju desa tersebut.

Pun demikian, Cafe Erdilo atau sebagai tempat nongkrong mahasiswa tersebut selalu menyediakan masker gratis untuk tamu yang berkunjung ke cafe erdilo.

Kemarin juga abu vulkanik sudah bertebaran di pinggir jalan saat sudah memasuki lokasi desa sigarang garang.

"Mmmmhhhh... Abu dooo..Selow dikit laah!" nada perintah dari rama saat di perjalanan pulang ke medan.

"Sellow saja di boncengaaan! biar cepat berlalu abunya" pungkasku sembari memperbaiki masker di mulutku.

Kami tak banyak bicara saat perjalan pulang sampai melewati perbatasan desa sigarang garang dengan desa tetangganya.

3 jam perjalanan sampai di kostan kota medan. lelahnya hanya sedikit, mungkin karena dibarengi dengan keceriaan bertualang.

***

"Aaaarrgghhhhh" Bangun cepat pagi hari, sudah terbiasa sejak dulu. sejak masih di kampung, kebetulan aku dan Dama sekampung di desa saribudolok. Apalagi panas kota medan agag menjengkelkan.

"Ngapain kau wooi...?" Tanya kebingungan melihat Dama tengah kebasahan saat baru masuk dari pintu depan.

"Kotor kali motor kau itu lontong. Berkarat nanti tau rasa kau" ketus Dama sembari mengganti pakaian.

Dama memang begitu sifatnya rapi, tidak suka kotor dan kadang memang menjengkelkan.

Aku bergegas keluar melihat sudah seperti aka motorku, ternyata sudah kinclong berkat pak Dama yang tidak lebih ganteng daripada aku.

"Terimakasih Dam, sering sering yaa! hahaha..."

"Eeee..ee.. Bacrit kau"

"Hahaha... Tapi, kok bisa kotor kali? biasanya ngga separah ini" tanyaku sembari melihat tanah tanah bekas siraman dari motorku.

"Ya iya lah, itu Abu Vulkanik Sinabung. Bisa kita buat vulkaniknya ngga nempel di motormu sedikitpun. Gampang malahan"

"Dari kemarin ngga kau bilang, loyo kali pun ah. Cemana caranya?" tanyaku dengan wajah penasaran.

"Kau dengar baik baik yaa!" Dama tampaknya sangat serius.

"Mmm"

"Motormu ini"

"Iya" jawabku tak sabar menunggu ke intinya.

"Supaya enggak kenak abu vulkanik sama sekali, besok kalau masih mau ke sana" Dama menurunkan intonasinya.

"Iya.. Cemana?"

"Rantaikan motormu di kost, naik angkot ke sigarang garang" membisikkan pelan dengan kalimat yang cepat ke telinga kananku.

"Aaanjirr.. Matamu lah geng, aku serius kali mendengarnya. Ah.. kurang asam juga kau. Aaaah" Dengan wajah kesal aku mengucek kucek mataku di depan cermin.

"hahahaha... Nikmatin aja broo!" Rama memukul nakal pundakku sembari bercermin mengikutiku mengucek mata.

"Haa.. Kenapa pulak? ngikut ngikut matamu itu gatal?"

"Iya ini, gatal.. Karena krmarin"

Emang kau apakan rupanya mata kau itu" tanyaku.

"Ngga ku apa apain, karena Abu Vulkanik juga nya ini. Jadi perih bawaannya"

"Nikmatin Broo..!" Jawabku memukul kedua pundaknya dari belakang.

"Hahahaha..." Kami tertawa serentak seperti orang yang sedang menonton film Atas Boleh Bawah Boleh.

Penulis : A Munthe (Mahasiswa Universitas Quality)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun