Pernahkah anda membayangkan hidup tanpa bisa membaca buku, koran, atau sekadar menu di restoran?
Bagi sebagian orang, membaca itu biasa saja—sepele, bahkan kadang bikin bosan. Tapi bagi kami yang punya print disability, akses terhadap teks adalah perjuangan panjang, kadang sunyi, kadang melelahkan.
Apa Itu Print Disability?
Print disability adalah kondisi di mana seseorang tidak bisa membaca materi cetak secara konvensional. Penyebabnya bisa bermacam-macam:
- Gangguan penglihatan—dari low vision sampai kebutaan total.
- Disabilitas fisik—yang membuat sulit memegang buku atau menggerakkan mata untuk membaca.
- Disabilitas intelektual—seperti disleksia atau gangguan pemrosesan informasi.
Saya sendiri seorang tunanetra. Sejak zaman sekolah, buku pelajaran selalu jadi barang mewah buat saya. Teman-teman lain bisa langsung buka halaman, sedangkan saya harus menunggu versi braille (yang terbatas jumlahnya), rekaman suara, atau bantuan orang lain. Sampai sekarang pun tantangan itu belum hilang, meskipun teknologi sudah banyak membantu.
Bagaimana Kami Mengakses Informasi?
Banyak kisah inspiratif dari mereka yang punya print disability di berbagai belahan dunia.
- Haben Girma (Amerika Serikat), tuli-buta, lulusan Harvard Law School. Ia membaca lewat braille display elektronik.
- Stevie Wonder, musisi legendaris, yang setiap hari berinteraksi dengan dokumen lewat screen reader.
- Manuel Pereira (Spanyol), pustakawan tunanetra yang mengandalkan OCR untuk “menyulap” buku cetak jadi teks digital.
- Ben Foss, seorang disleksia, yang justru menciptakan Intel Reader karena ia sendiri kesulitan membaca secara konvensional.
- Pranav Lal (India), dengan alat The vOICe, mampu “melihat” lewat suara yang menerjemahkan bentuk visual.
Kalau saya pribadi? Saya pakai Voice Over di iPhone dan NVDA di komputer. Tapi tetap saja, sering ketemu file PDF yang isinya cuma gambar. Bayangkan, buat orang lain itu sederhana, tapi buat saya sama saja dengan buku tanpa tulisan.
Dampak Print Disability: Lebih dari Sekadar Tidak Bisa Membaca
Print disability itu bukan sekadar tak bisa membaca buku. Kondisi ini menyebabkan:
- Pendidikan: banyak pelajar berhenti sekolah karena buku pelajaran tidak tersedia dalam format aksesibel.
- Ketenagakerjaan: sulit mengakses informasi ketenagakerjaan membuat peluang kerja makin sempit.
- Budaya & literasi: kurang dari 10% buku di dunia yang tersedia dalam format aksesibel.