Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Penulis, Pemerhati hubungan internasional, sosial budaya, kuliner, travel, film dan olahraga

Pemerhati hubungan internasional, penulis buku Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. http://kompasiana.com/arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Semangat Kartini di Sabah Malaysia

21 April 2025   06:18 Diperbarui: 21 April 2025   06:18 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semangat Karini di tawau Sabah, Sumber forto: dokpri Aris Heru Utomo

Melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) 108/1964, sejak 1964 masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini setiap tanggal 21 April. Tanggal 21 April sendiri merupakan hari kelahiran Pahlawan Kemerdekaan Nasional Raden Ayu Kartini (RA Kartini) pada 21 April 1879.

Tujuan ditetapkannya Hari Kartini adalah untuk memperingati dan memelihara semangat perjuangan Kartini untuk mewujudkan kesetaraan kesempatan antara laki-laki dan Perempuan, terutama dalam bidang pendidikan dan secara umum kesetaraan gender di semua bidang. Kartini telah berusaha melepas belenggu kebodohan struktural dan kultural yang berakibat kemiskinan pada rakyat lewat pendidikan.

Enam puluh satu tahun setelah peringatan pertama Hari Kartini, semangat Kartini untuk melepas belenggu kebodohan  struktural dan kultural tetap terjaga hingga ke berbagai pelosok Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri, termasuk Sabah, Malaysia.

Di Sabah, semangat Kartini tampak antara lain pada perjuangan para guru Indonesia di tempat-tempat kegiatan belajar bagi anak-anak pekerja migran Indonesia (PMI) yang disebut Community Learning Centre (CLC).

Terdapat sekitar 150 guru Indonesia, hampir separuhnya perempuan, mengabdikan dirinya untuk mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan kepada anak-anak PMI yang sebagian besar tinggal di tengah-tengah ladang sawit, dengan segala keterbatasannya.

Salah seorang dari guru tersebut, sebut saja namanya Nurahmah, telah dua tahun mengajar di CLC yang didirikan oleh sebuah perusahaan sawit milik BUMN Negeri Sabah di daerah Kalabakan. Bangunan CLC tersebut awalnya merupakan gudang pupuk namun setelah dibersihkan dan diperbaiki dialihkan menjadi sebuah bangunan sekolah. Ruangan di dalam bangunan di sekat menjadi beberapa ruangan kelas untuk menampung siswa dari kelas 1 s.d 9 yang belajar secara bergantian, pagi dan sore.

Sebelum mengajar di Kalabakan, Nurahma telah mengajar selama 2 tahun di CLC  lainnya di Pulau Sebatik. Sama seperti di Kalabakan, di Sebatik Nurahma juga mengajar anak-anak PMI yang bekerja di kebun sawit atau coklat.

Hampir 4 tahun tinggal dan mengajar di Sabah, Nurahma paham kondisi anak-anak PMI yang kurang mendapatkan akses pendidikan di perkebunan. Selain bangunan sekolah yang seadanya, tenaga gurunya pun terbatas. Di CLC yang sekarang ini misalnya, Nurahma mesti mengajar dari kelas 1 s.d 9, belum ada guru lain yang membantunya. Ia harus mengerjakan semuanya, mulai dari rencana pembelajaran hingga pengelolaan anggaran yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan.

Namun Nurahma tidak patah semangat, setiap hari ia mengajar dengan sepenuh hati. Bukan hanya itu, ia juga menjalin komunikasi dengan pengelola perkebunan dan para PMI untuk memastikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan proses belajar mengajar.

Oleh karena itu, pengabdian Nurahmah dan para guru CLC lainnya bukan sekedar rutinitas belajar mengajar. Di tengah keterbatasan sarana prasarana, minimnya akses teknologi, dan tantangan geografis, mereka hadir sebagai lentera pengetahuan, menerangi jalan masa depan anak-anak PMI yang nyaris tak terjangkau oleh sistem pendidikan formal.

Semangat mereka sejalan dengan nilai-nilai perjuangan Kartini: menolak pasrah pada keadaan, menggugat ketidakadilan, dan menegakkan hak untuk belajar sebagai hak asasi. Dalam konteks Sabah, perjuangan itu mengambil bentuk yang sangat konkret, bukan di ruang kelas yang nyaman, tetapi di bangunan bekas gudang pupuk, atau ruang-ruang sempit yang disulap menjadi tempat belajar yang layak.

Perempuan-perempuan seperti Nurahmah adalah Kartini masa kini. Mereka membuktikan bahwa emansipasi bukan sekedar soal hak yang diperjuangkan untuk diri sendiri, tetapi tentang keberanian dan keikhlasan untuk menjadi agen perubahan bagi orang lain. Dalam dunia migran, di mana status hukum, ekonomi, dan jarak menjadikan akses pendidikan sebagai kemewahan, keberadaan para guru ini adalah jawaban dari harapan.

Lebih jauh lagi, kisah perjuangan para guru di Sabah juga menjadi cermin dari kolaborasi hebat lintas negara dan lintas institusi. Dukungan dari pemerintah Indonesia seperti Kementerian Pendidikan dan Konsulat RI Tawau, pihak perusahaan sawit, serta komunitas setempat menjadi faktor penting yang memungkinkan CLC tetap hidup dan berkembang.

Oleh karena itu pula, momentum Hari Kartini seharusnya mendorong kita semua untuk tidak berhenti pada seremoni tahunan, ramai-ramai mengenakan pakaian kebaya misalnya, namun mengambil peran aktif dalam melanjutkan perjuangan literasi dan kesetaraan. Pendidikan adalah jembatan menuju masa depan yang lebih baik, dan para Kartini di perbatasan seperti Nurahmah adalah penjaga jembatan itu.

Mereka menunjukkan bahwa semangat Kartini tidak pernah padam, ia justru semakin menyala, menjangkau hingga ladang-ladang sawit di Sabah, dan tumbuh di hati para pendidik yang gigih menjaga asa. ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun