Mohon tunggu...
Ari J. Palawi
Ari J. Palawi Mohon Tunggu... Petani Seni dan Akademisi

The Sonic Bridge Between Tradition and Innovation

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Daerah di Aceh: Krisis dan Jalan Revitalisasi

12 September 2025   22:17 Diperbarui: 13 September 2025   08:59 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Krisis Senyap Bahasa Ibu

Bahasa daerah di Aceh kini berada di ambang kepunahan. Bahasa Gayo, Kluet, Tamiang, Singkil, Aneuk Jamee, bahkan bahasa Aceh sendiri—yang dulu hidup di percakapan sehari-hari—kian terdesak oleh dominasi Bahasa Indonesia dan arus budaya global. Pergeseran ini terjadi perlahan, senyap, dan nyaris tanpa disadari. Justru dalam kesenyapan inilah ancaman terbesar bersembunyi.

Hilangnya bahasa ibu bukan sekadar hilangnya alat komunikasi. Ia adalah terputusnya identitas, ingatan kolektif, serta cara pandang masyarakat terhadap dunia. Bahasa membuka jalan pada simbol, nilai, dan rasa yang diwariskan lintas generasi. Ketika anak-anak tak lagi mampu berbicara dengan bahasa orang tuanya, yang hilang bukan hanya kata-kata, melainkan juga kearifan, logika berpikir, bahkan cara mencintai tanah kelahirannya. Bayangkan generasi yang tumbuh tanpa kosa kata lokal untuk menamai alam, menuturkan kasih sayang, atau berdoa—betapa hampa ruang batin yang ditinggalkan.

Ironisnya, ancaman sebesar ini berlangsung tanpa kegelisahan publik yang berarti. Pemerintah seolah menomorduakan urusan bahasa dibanding infrastruktur. Sekolah menjalankan kurikulum yang steril dari kekayaan lokal, membiarkan anak-anak bersekolah tanpa pernah merasakan bahasa ibunya di kelas. Media lokal lebih banyak memakai bahasa Indonesia atau Inggris, seakan bahasa daerah tidak punya nilai jual. Bahkan di rumah, banyak orang tua merasa lebih modern bila berbicara dengan bahasa nasional, tanpa sadar memutus rantai pewarisan bahasa ibu.

Semua terjadi dalam diam. Tidak ada protes, tidak ada gerakan bersama, tidak ada kesadaran kolektif yang cukup kuat. Kita sedang menyaksikan erosi peradaban—bukan karena serangan dari luar, melainkan karena dibiarkan redup dari dalam, seperti api yang padam perlahan karena tak lagi diberi udara.

Fondasi Teoretis: Memahami Bahasa sebagai Modal Budaya

Bahasa bukan sekadar rangkaian bunyi untuk menyampaikan pesan. Ia adalah instrumen budaya, penanda identitas, sekaligus arena tempat kuasa, prestise, dan legitimasi sosial dipertaruhkan. Untuk memahami mengapa bahasa daerah di Aceh kian terdesak, kita dapat meninjau tiga kerangka pemikiran besar: Fishman, Bourdieu, dan Foucault. Masing-masing membuka lapisan penting dari masalah ini.

a. Perspektif Fishman: Transmisi dan Institusi

Joshua Fishman menekankan dua faktor kunci bagi keberlangsungan bahasa: transmisi antargenerasi dan dukungan institusi. Bahasa hanya dapat bertahan jika diturunkan dari orang tua kepada anak, dan jika sekolah, media, serta pemerintahan memberi ruang bagi penggunaannya.

Tanpa keduanya, bahasa kehilangan vitalitas. Ia mungkin masih terdengar dalam doa, di warung kopi, atau dalam syair adat, tetapi tanpa pewarisan di rumah dan legitimasi dari institusi, bahasa berubah menjadi sekadar simbol warisan—hidup di pinggiran, bukan lagi sebagai alat berpikir utama. Itulah situasi Aceh hari ini: anak-anak tumbuh dengan kosa kata global dan nasional, sementara bahasa lokal terkurung di ruang-ruang seremoni.

b. Perspektif Bourdieu: Bahasa sebagai Modal Simbolik

Pierre Bourdieu melihat bahasa sebagai modal simbolik yang nilainya ditentukan dalam pasar sosial. Tidak semua bahasa dihargai sama. Ada bahasa yang membuka akses ke pendidikan, karier, dan mobilitas sosial, sementara yang lain dianggap hanya menyimpan nostalgia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun