Mohon tunggu...
Arif Alfi Syahri
Arif Alfi Syahri Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

"Hanya Mahasiswa biasa yang mencoba untuk berkarya." •Jurusan : PAI, STAI-PIQ Sumatera Barat •Instagram : @muhammadarifalfisyahri •Email : arifalfisyahri94@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KDRT, Petaka dalam Rumah Tangga

15 Oktober 2022   20:04 Diperbarui: 15 Oktober 2022   20:49 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: www.pexels.com

Rumah tangga seharusnya memberikan kenyamanan dan kedamaian bagi semua pihak dalam keluarga tersebut. Namun bagaimana jika sebuah rumah tangga tidak bisa memberikan kenyamanan dan kedamaian? Justru menimbulkan konflik dan pertengkaran yang menyebabkan tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan berujung pada perpisahan.

Belakangan ini kasus KDRT menjadi isu yang cukup hangat diperbincangkan khalayak ramai. Kendatipun demikian, sebetulnya KDRT merupakan problem sosial yang sudah terjadi semenjak dahulu dan terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. 

A. Mengapa Perempuan Seringkali Menjadi Korban?

Mengutip data dari KemenPPPA, hingga bulan Oktober 2022, setidaknya terdapat 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, sebanyak 79,5% atau 16.745 korban adalah perempuan.

Artinya mayoritas korban KDRT adalah perempuan, hal ini dikarenakan dalam rumah tangga, laki-laki lebih mendominasi baik secara fisik, psikis maupun finansial. Laki-laki dianggap memiliki andil yang besar dalam mengontrol dan membuat keputusan-keputusan penting bagi keluarga karena tugasnya selaku pemimpin dalam rumah tangga.

Berbeda dengan perempuan yang cenderung bersifat lemah-lembut, feminim dan penurut. Sehingga laki-laki dengan mudahnya melakukan tindak kekerasan, pemaksaan dan penindasan baik secara fisik maupun psikis yang melukai harkat dan martabat kaum perempuan. 

B. Faktor Penyebab Terjadinya KDRT

1. Faktor Ekonomi

Ekonomi adalah faktor yang utama yang menyebabkan terjadinya kasus KDRT. Hal ini dikarenakan adanya suatu sistem yang tidak berjalan dengan baik di dalam keluarga. Misalnya suami yang tidak menunaikan tanggung jawabnya dalam mencari nafkah, istri yang abai terhadap terhadap kebutuhan sehari-hari sehingga tidak ada satu sistem kerja sama yang baik antara suami dan istri.

2. Faktor Individual

Faktor Individual juga merupakan pemicu terjadinya KDRT. Seperti sikap arogansi dan tempramental dari suami saat dihadapkan pada suatu permasalahan yang dia bawa ke dalam rumah tangga dan meluapkan emosinya kepada anak ataupun istrinya. Padahal sebagai seorang kepala keluarga yang baik, sebagaimana kita melepaskan sendal/sepatu kita sebelum memasuki rumah begitupun dengan permasalahan kita. Jangan membawa permasalahan itu masuk ke dalam rumah.

3. Faktor Sosial

Rumah tangga terbentuk dari simpul-simpul yang terangkai menjadi satu, simpul-simpul tersebut terdiri dari angggota-anggota di dalamnya yang mencerminkan jaringan sosial yang diikat dengan tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide bersama dan keturunan.

Lingkungan sosial memberikan impact yang sangat besar terhadap perubahan watak dan perilaku seseorang, seorang istri atau suami yang memiliki lingkungan yang toxic di luar rumah tangga bisa saja mengalami perubahan sikap secara tiba-tiba.

Selain itu, antara suami dan istri  yang berasal dari latar belakang sosial yang berbeda akan rentan terhadap tindak KDRT, hal ini dikarenakan tidak adanya satu visi normatif dalam menjalankan dan membina sebuah rumah tangga.

C. Pandangan Islam Terhadap KDRT

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan egalitarian. Seluruh ajarannya penuh dengan kemuliaan untuk membebaskan manusia dari penindasan dan kebiadaban. 

Islam adalah agama yang sangat anti terhadap kekerasan baik individu maupun kelompok. Dengan demikian jika sebuah rumah tangga diwarnai dengan tindak kekerasan, itu bukanlah bagian dari ajaran Islam.

1. Menurut Al-Qur'an

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اَلرِّجَا لُ قَوَّا مُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَا لِهِمْ ۗ فَا لصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ وَا لّٰتِيْ تَخَا فُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَا جِعِ وَا ضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِ نْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 34)

Dalam tafsir Ibnu Katsir, ayat di atas diturunkan berkenaan dengan seorang perempuan yang bernama Habibah binti Zaid yang datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengadukan perlakuan suaminya Sa’ad ibn Abi Rabi’ yang telah memukul dirinya hingga menyebabkan luka. 

Rasulullah kemudian bersabda “Suamimu tidak berhak untuk melakukan demikian. Dia wajib diqishash”. Sebelum qishash dilakukan turunlah ayat ini dan perintah Rasulullah untuk melakukan qishas gugur. Akhirnya Habibah pulang tanpa menuntut balas atas perbuatan suaminya itu.

Jika seandainya seorang istri melakukan nusyuz, seperti mengumbar aib suaminya, menolak perintah suami dan membuat suaminya marah. Maka didalam Al-Qur'an terdapat beberapa cara untuk mendidik istri.

Pertama, menasehatinya dengan cara yang hikmah dan penuh kelembutan, jika tidak juga cara yang kedua adalah pisah tempat tidur hingga dia jera, jika cara pertama dan kedua tidak bisa juga maka diperbolehkan memukul dengan pukulan yang tidak melukai. Syekh Al-Bahuti dari Mazhab Hanbali menuturkan "lebih baik untuk tidak memukul agar cinta itu tetap ada."

2. Hadits Melarang KDRT

“Lembutlah kepada gelas-gelas kaca (maksudnya para wanita)”

(HR Al-Bukhari)

“Aisyah berkata bahwa Rasulullah SAW tidak pernah memukul apapun dengan tangannya, tidak memukul wanita dan pembantu.”

(HR Muslim) 

“Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk, dia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya.” (HR. Muslim)

D. Sekilas Tentang Bahtera Rumah Tangga

Rumah tangga diibaratkan seperti sebuah bahtera yang berlayar menyusuri lautan kehidupan menuju suatu pelabuhan bernama kebahagiaan. Dimana semua pihak yang ada dalam bahtera itu harus saling bekerja sama agar sampai ke pelabuhan kebahagiaan itu.

Namun apabila semua pihak dalam keluarga itu tidak diikat dengan satu kesatuan dan kerjasama yang baik, mementingkan kepentingan sendiri, maka bahtera rumah tangga tadi akan karam dan menenggelamkan segala harapan dan janji yang dahulu diikrarkan. Yang jadi korbannya bukan cuma sepasang suami-istri, anak pun juga ikut terseret. 

Ketika bahtera tadi masih berlayar di tepi, sudah tentu airnya masih dalam keadaan tenang. Namun bila sudah sampai ke tengah lautan mulailah bertemu dengan derasnya arus dan gelombang. Begitupun dengan rumah tangga, pada awalnya senang dan indah. Namun seiring dengan berjalannya waktu akan diterpa berbagai ujian yang tak mudah. Disinilah pentingnya kebijaksanaan dan kedewasaan dari suami-istri, menghilangkan sikap egois dan menghindari perilaku anarkis agar terbina rumah tangga yang harmonis.

D. Pencegahan dan Penanganan KDRT

1. Upaya Preventif

a. Sebagai Imam dalam rumah tangga suami harus mengajarkan nilai-nilai agama.

b. Membangun komunikasi dan interaksi intens dengan anggota keluarga.

c. Isteri harus mendidik anak dengan bijak dan baik sejak dini.

d. Jika terdapat masalah, selesaikan dengan berdiskusi, tidak mementingkan ego masing-masing.

2. Upaya Represif

a. Menceritakan kejadian KDRT tersebut kepada orang terdekat.

b. Laporkan kepada pihak berwajib bila tindak KDRT sudah parah.

c. Intinya adalah berani untuk Speak-Up. Memang masalah rumah tangga adalah urusan internal keluarga namun bila sudah menyangkut KDRT maka bukan lagi termasuk tanah privat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun