Kedua, Diplomasi Penyeimbang: Seni 'Hedging' di Antara Raksasa. Daripada memihak pada satu blok kekuatan, ASEAN harus terus mempraktikkan strategi "hedging" atau penyeimbangan. Ini berarti menjaga hubungan baik dengan semua kekuatan besar, mengambil manfaat dari kerja sama dengan masing-masing pihak, namun tanpa menjadi terlalu bergantung pada salah satunya. Strategi ini krusial untuk mempertahankan otonomi dan fleksibilitas dalam kebijakan luar negeri ASEAN.
Ketiga, Transformasi Institusional untuk Ketangkasan ASEAN. ASEAN perlu secara radikal memperkuat sekretariatnya dan mekanisme pengambilan keputusannya agar lebih efisien dan responsif terhadap dinamika global. Meskipun prinsip konsensus adalah ciri khas, perlu ada fleksibilitas untuk memungkinkan tindakan yang lebih cepat dalam situasi krisis, mungkin melalui mekanisme "ASEAN Minus X" untuk isu-isu tertentu yang membutuhkan respons mendesak.
Keempat, Menjunjung Tinggi Aturan: Pilar Multilateralisme ASEAN. ASEAN harus terus menjadi garda terdepan dalam mempromosikan multilateralisme dan tatanan internasional berbasis aturan. Dengan secara konsisten mempromosikan norma-norma hukum internasional, terutama UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) di Laut Cina Selatan, ASEAN dapat membangun legitimasi dan dukungan internasional untuk posisinya, sekaligus menekan kekuatan besar untuk mematuhi aturan main yang sama.
Kelima, Agresivitas Ekonomi: Kunci Ketahanan ASEAN. Mengembangkan strategi ekonomi yang kuat, termasuk diversifikasi pasar dan sumber investasi, akan secara signifikan mengurangi kerentanan ASEAN terhadap tekanan ekonomi dari satu negara. Perjanjian perdagangan bebas yang komprehensif dan kemampuan untuk menarik investasi dari berbagai sumber akan memperkuat posisi tawar ASEAN di mata dunia.
Menatap Masa Depan: Akankah ASEAN Berjaya?
Dilema ASEAN dalam menghadapi perebutan pengaruh global adalah tantangan yang kompleks, namun bukan berarti tak teratasi. Dengan secara proaktif memperkuat kohesi internal, mempraktikkan diplomasi penyeimbang yang cerdas, meningkatkan kapasitas institusional, dan secara konsisten mempromosikan tatanan berbasis aturan, ASEAN memiliki peluang besar untuk mempertahankan sentralitas dan otonominya. Masa depan Asia Tenggara, bahkan stabilitas regional yang lebih luas, sangat bergantung pada kemampuan ASEAN untuk menavigasi lanskap geopolitik yang bergejolak ini dengan bijaksana dan strategis. Hanya dengan demikian, ASEAN dapat terus menjadi jangkar stabilitas dan kemakmuran di kawasan yang semakin penting ini, memastikan bahwa ketika raksasa bertarung, Asia Tenggara tidak hanya bertahan, tetapi juga berjaya.
Daftar Pustaka:
Acharya, A. (2014). The End of American World Order. Polity Press.
Emmers, R. (2010). Geopolitical Transitions and the Future of ASEAN. RSIS Working Paper, (210).
Jones, D. M., & Smith, M. L. R. (2007). The ASEAN Way and the Problem of Order in Southeast Asia.
Contemporary Southeast Asia, 29(1), 1-17.
Koh, S. (2018). China's Belt and Road Initiative and Southeast Asia: The Economic and Strategic Implications. ISEAS-Yusof Ishak Institute. Kuik, C. C. (2016). The Essence of Hedging: Malaysia and Singapore's Response to a Rising China.
Contemporary Southeast Asia, 38(2), 295-320.
Narine, S. (2017). ASEAN and the ASEAN Way: The Limits of an Idea. Lynne Rienner Publishers.
Storey, I. (2019). The South China Sea: The Battle for a New Silk Road. Palgrave Macmillan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI