Upaya peningkatan Produksi Dalam Negeri
Untuk mencapai swasembada pangan—termasuk kedelai, faktor kuncinya adalah diperlukan penambahan areal tanam baru. Pemilihan areal tanam harus diselaraskan dengan varietas yang akan ditanam sesuai persyaratan tumbuh. Upaya peningkatan produksi secara ekstensifikasi ini perlu ditempuh untuk mengurangi ketergantungan impor pangan umumnya dan kedelai khususnya. Di samping itu penghematan impor juga akan menghemat devisa negara. Pengeluaran devisa untuk keperluan impor dapat dialokasikan untuk pembukaan areal tanam baru bagi kedelai. Upaya ini dapat mendorong sektor pertanian tumbuh lebih baik dan menciptakan lapangan kerja perdesaan lebih banyak.
Kelayakan usaha tani kedelai juga dipengaruhi oleh kebijakan makro perdagangan. Tingkat harga jual kedelai yang menarik akan menjadi insentif petani. Oleh karena itu, untuk mencapai sasaran swasembada, selain pembukaan lahan baru kedelai, diperlukan kebijakan perdagangan yang mendukung iklim usaha tani, misalnya kebijakan pengaturan dan tarif bea masuk impor.
Selain dukungan kebijakan makro di tingkat usaha tani, perlu penerapan teknologi anjuran seperti penggunaan benih unggul, penggunaan pupuk berimbang (organik dan non organik), pengendalian hama terpadu, dan yang tidak kalah penting adalah penanganan panen dan pasca panen untuk meminimalkan kehilangan hasil. Guna memastikan bahwa petani melakukan teknik budidaya dengan baik dan benar, perlu kebijakan untuk mempermudah akses petani terhadap sumber permodalan, sehingga petani sanggup membiayai usaha taninya. Pola kemitraan usaha antara petani dan pemodal layak dikembangkan, agar bisa memberi jaminan pasar bagi petani serta kemudahan memperoleh permodalan usahanya.
Selain itu, kemitraan juga bermanfaat menguatkan sistem kelembagaan petani serta posisi tawar dalam sistem agribisnis komoditasnya. Oleh karena itu program insentif langsung maupun tidak langsung harus disertakan dalam upaya peningkatan produksi kedelai. Petani adalah pelaku produksi yang memegang peranan penting untuk mencapai target swasembada. Tanpa insentif yang menarik, mereka akan mengusahakan komoditas tersebut untuk meningkatkan produksi. Apabila telah tercukupi areal tanam, maka teknologi produksi yang serta iklim usaha tani yang baik bagi petani dan kelembagaan yang kuat, dapat diarahkan untuk mencapai target produksi menuju swasembada.
Jumlah produksi kedelai, harga kedelai domestik dan kurs dollar Amerika merupakan tiga dari sekian banyak alat yang mampu digunakan Pemerintah dalam mengambil keputusan untuk melakukan impor kedelai. Olahan kedelai di Indonesia sejak dahulu sangat disukai berbagai kalangan masyarakat. Namun banyaknya permintaan kedelai di dalam negeri sendiri tidak mampu dipenuhi hanya dengan mengandalkan hasil produksi dari tahun ke tahun saja. Terlebih banyaknya petani yang beralih dari tanaman ini sebagai ladang usahanya, membuat Indonesia menjadi sangat bergantung pada impor kedelai untuk memenuhi permintaan dan konsumsi nasional.
Tingginya permintaan akan kedelai setiap tahun, juga dapat terlihat dari survei BPS, bahwa pada tahun 2010 terdapat sekitar 115.000 pengrajin tahun dan tempe. Jumlah industri pangan berbahan baku kedelai yang semakin bertambah seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan permintaan kedelai di Indonesia terus meningkat. Di sisi lain, produksi dalam negeri terus mengalami penurunan, sehingga defisit kedelai terus meningkat.
Swasembada vs Impor
Kapan Indonesia bisa swasembada kedelei? Pertanyaan ini sering kali berkembang di masyarakat, di tengah kondisi produksi kedelai yang hampir dipastikan tidak akan mungkin memenuhi kebutuhan, sehingga impor menjadi solusinya. Meski data dari Puslitbang Tanaman Pangan menyebutkan adanya perluasan areal panen yang mencapai minimal 3 juta ha, namun Menteri Pertanian Suswono mengatakan, lahan pertanian untuk kedelai selalu mengalami penurunan karena banyak petani yang beralih ke padi. Ia mengungkapkan saat ini, luas lahan mengalami penurunan menjadi 700.000 hektar dari 1,5 juta hektar.
Menteri Pertanian - Suswono